MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Partai politik berburu tenggat. Verifikasi partai baik administrasi maupun faktual sudah di depan mata, tapi kepengurusan belum juga rampung. Beberapa partai bahkan belum memiliki nakhoda baik di tingkat provinsi maupun di daerah.
Partai Hanura salah satunya. Hingga saat ini, belum ada kejelasan ketua DPD Hanura Sulsel. Pada Musyawarah Luar Biasa (Musdalub), satu-satunya kandidat yaitu Wahyuddin M Nur ditolak oleh 16 pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
Pengurus Pusat Hanura juga belum bersikap menentukan nama dengan mengeluarkan surat keputusan. Wahyuddin menolak mengomentari peluang Hanura ikut dalam verifikasi partai politik.
“DPP yang tahu kalau soal itu,” singkat dia.
Sebelumnya juga ketua DPC Hanura Maros Rusli Rasyid mengatakan untuk verifikasi Parpol, DPP lebih mengetahui itu dibanding di DPD dan DPC.
“Kalau DPP mengulur penetapan Ketua DPD, maka itu seperti menggali kuburan sendiri,” ujar Rusli.
Menurut dia, sebagian besar ketua DPC Hanura memiliki basis. Bila DPP tidak memastikan nahkoda Hanura maka kader akan pindah ke partai lain.
“Kalau Hanura sakaratul Maut, kami tinggalkan dan pindah ke partai lain. Teman-teman di kabupaten/kota memiliki keyakinan bisa duduk, biarkan Hanura mati saja yang pasti kami tidak mati,” ketus dia.
Sekretaris DPC Hanura Sinjai, Hilal Yusuf meminta kejelasan ke DPP untuk memastikan SK ketua Hanura Sulsel.
“Inilah masalahnya. Entah apa sebabnya DPP menggantung DPD Sulsel,” katanya.
Tak adanya jelaskan siapa yang akan ditetapkan sebagai ketua DPD Hanura Sulsel, kader berpotensi pindah partai. “Hal ini bisa terjadi bila status DPD tidak jelas. Tapi insyaallah kader Hanura akan bertahan terus. Kami ini kader militan yang tidak akan bergeser sampai titik darah penghabisan,” singkatnya.
Kondisi tidak jauh beda dialami oleh Partai Keadilan dan Persatuan (PKP). Pasca-pengunduran diri Suzanna Kaharuddin sebagai Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP), hingga saat ini juga belum ada kepastian nakhoda. Pengunduran Suzanna turut disusul oleh Ketua PKP Makassar, Muhammad Muhammad Israt Siratu yang kini bergabung ke Partai Golkar.
Struktur kepengurusan yang bermasalah di Sulsel, tidak hanya dialami oleh partai yang tak lolos ambang batas pada Pemilu 2019. Partai Amanat Nasional Kabupaten Sidrap juga saat ini belum memiliki ketua. Ketua sebelumnya, Andi Ikhsan Hamid memilih berseragam Partai NasDem akibat statusnya digantung oleh pengurus DPP PAN.
Ikhsan satu-satunya pengurus DPC PAN di Sulsel yang tidak dilantik oleh Ketua Umum Zulkifli Hasan di Hotel Claro Makassar, November lalu.
Sekretaris DPW PAN Sulsel, Jamaluddin Jafar mengatakan untuk ketua DPD PAN Sidrap saat ini sementara berpores di DPP. DPP punya dua nama yakni Andi Fachri atau Muhammad Syukur Rabaiseng. Kedua orang ini merupakan anggota DPRD Sidrap.
“Kami masih menunggu SK,” kata Jamaluddin.
Satu partai pendatang baru yakni Partai Ummat masih kosong Kabupaten Soppeng dan Tana Toraja. Sekretaris DPW Partai Ummat Sulsel, Mahyuddin mengatakan, memang saat ini masih ada dua daerah yang belum memiliki ketua DPD defenitif tapi dia sudah ada tokoh yang akan diberikan amanah.
“Belum ada yang pas di Tana Toraja dan Soppeng,” kata dia.
Sementara 22 Kabupaten/kota lain kata dia tidak ada masalah. Menurut Mahyuddin, Partai Ummat sudah memenuhi syarat untuk verifikasi administrasi dan faktual, karena yang disyaratkan oleh KPU minimal 75 persen.
“Sebelum verifikasi parpol, insyaallah seluruh DPD sudah lengkap,” singkatnya.
Kekosongan ketua juga terjadi di Partai Perindo Kota Makassar. Partai besutan Hary Tanoesoedibjo itu ditinggalkan oleh ketuanya, Ruslan Mahmud yang memilih ke Partai Golkar.
Kepindahan Ruslan itu turut mempengaruhi struktur Perindo Makassar. Alasannya, Ruslan berpeluang membawa gerbongnya ke Golkar.
“Kemungkinan besar ada yang ikut,” kata Ruslan.
Ruslan mengatakan dua pimpinan kecamatan yakni Ahmad Akbar dari Tallo dan Rizal dari Kecamatan Makassar sudah memilih mengikuti jejak Ruslan.
Ruslan mengaku bergabung ke Golkar dengan pertimbangan partai itu merupakan partai terbesar di Makassar dan pernah beberapa kali menjadi pemenang pemilu di kota ini.
“Ingin lebih banyak belajar, karena banyak senior-senior kami sukses bersama dengan Golkar,” ujarnya.
Sekretaris DPW Perindo Sulsel, Hilal Syahrim tak mempermasalah Ruslan pindah partai. Menurut dia, sikap Ruslan tak mempengaruhi Partai Perindo.
“Yang jelas kami tegaskan bahwa kepindahannya tak mempengaruhi Perindo sama sekali,” sebut Hilal.
Dia tidak menanggapi rencana Ruslan mengajak gerbongnya untuk pindah partai.
“Silakan saja. Kalau berhasil mempengaruhi orang-orang pindah ke Golkar, ya tidak apa-apa. Kami sesungguhnya tidak membutuhkan kader yang mudah dipengaruhi, tapi kami ingin kader yang spartan bekerja,” ujar dia.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto menyoroti aktivitas PKP Sulsel. Menurut dia, partai itu merupakan tipologi partai elektoralis, yakni jenis partai yang hanya muncul menjelang Pemilu.
“Partai tipikal seperti ini sangat elitis dan memiliki sumberdaya serta struktur organisasi yang terbatas. Pergerakan organisasi mengandalkan sumber daya personal pengurus utamanya,” katanya.
Menurut dia, PKP Sulsel, pasca-kehilangan kursi legislatif di DPRD Sulsel, maka sudah tidak tampak lagi aktivitas di ruang publik. Meskipun di DPRD kabupaten masih tetap memiliki kursi legislatifnya, tetapi tidak juga tak tampak aktivitasnya.
“PKP seperti sudah kehilangan sentuhan dan determinasi pengurus provinsi. Kalau masih bertahan dengan cara seperti itu, partai akan kedodoran dan sulit bersaing dengan partai-partai lain yang lebih agresif,” tuturnya.
Luhur mengatakan, lanskap politik Sulsel, partai ini perlu revitalisasi kepengurusan. Terutama menyesuaikan frekuensi dengan elit pengurus nasional yang baru saja mengalami reposisi.
“Mungkin dengan cara begitu, masih ada harapan untuk bisa lolos tahap verifikasi partai peserta pemilu,” ujar Luhur. (*)