MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Lembaga kajian politik Serum Institute menggelar Focus Group Discussion dengan tema “Mengawal Demokrasi Tanpa Melukai Hati Rakyat” di Hotel Grand D’Maleo, Jalan Pelita Raya, Kamis (20/1/2022) kemarin.
Hadir sejumlah narasumber; Wakil Rektor III Unhas Prof Dr. Arsunan, Wakil Rektor III UNM Prof Dr Sukardi Weda, dan Wakil Rektor III UIN Prof Dr. Darussalam. Kemudian para aktivis pergerakan mahasiswa, diantaranya LMND Sulsel, GMKI Kota Makassar, PMKRI Kota Makassar, GMNI Sulsel, KAMMI Kota makassar, KMHDI Kota Makassar, dan aktivis kampus lainya.
Kepala Bagian Analis Dit Intelkam Polda Sulsel AKBP Drs. Nur Halim, menekankan pentingnya demokrasi aman. Apalagi dengan kehadiran TNI dan Polri yang senantiasa mengawal sampai akhir proses demokrasi di Indonesia, khususnya di Sulsel.
“Pelaku kepentingan tentunya harus memberikan contoh di masyakarat, bukan hanya teori-teori yang selalu disampaikan. Untuk itu, mari berdemokrasi dengan kita harus tau siapa sesungguhnya jati diri kita. Berunjukrasa dengan mematuhi rambu-rambu UU Nomor 09 Tahun 1998,” terang Nur Halim.
Nur Halim menyampaikan pesan kepada remaja yang akan menjadi penerus bangsa untuk menerima kritikan dengan postif sebagai pedoman kehidupan kedepannya. “Kita semua butuh kritikan agar tetap pada tujuan berdemokrasi,” tandasnya.
Wakil Rektor III Unhas Prof Dr. Arsunan menyampaikan bahwa prinsip demokrasi, yakni pemimpin harus memberi contoh yang baik kepada rakyatnya. “Jangan cuma memberikan teori yang hanya disampaikan, namun tidak ada tindakan yang terlihat. Maka dari itu, demokrai harus terlaksana tanpa melukai hati rakyat,” ujarnya.
Wakil Rektor III UNM Prof Dr Sukardi Weda menyatakan bahwa salah satu proses demokrasi adalah dengan membuka ruang kepada mahasiswa, dosen dan lainnya yang perlu diberikan pelayanan maksimal. Misalnya dengan kebijakan-kebijakan yang pro dengan siapa saja yang ada di dalam kampus.
“Banyak mahasisa yang nakal dalam artian berkoar-koar di jalan demi menyuarakan suara rakyat. Dikemudian hari, dia menjadi pemimpin rakyat dan memperjuangkan apa yang pro atau kontra kepada mereka. Jadi, ayo, kita berikan ruang untuk mahasiswa berkreasi dalam menyampaikan aspirasinya,” katanya.
Dekan FISIP Universitas Bosowa, Dr. Arif wicaksono menilai beberapa mahasiswa tersugesti dengan kalimat “Makassar kasar” yang menjadi provokasi di dalam lingkup mahasiswa. Maka dari itu banyak mahasiswa yang hanya berjumlah lima sampai tujuh orang yang menyampaikan aspirasi dengan menutup jalan.
Perwakilan mahasiswa dari LMND Sulsel, Mifta Mustafa menyatakan bahwa tidak adanya distribusi kepada rakyat menjadi penyebab
banyak gerakan-gerakan sosial di masyarakat. “Sehingga kami pun dituduh anarkis,” singkatnya.
Reza dari KNPI Kota Makassar menjelaskan, demokrai mempunyai artian yang luas. Demokrasi tanpa melukai hati rakyat perlu menggunakan barometer untuk mengukur apakah saat ini tidak melukai rakyat.
“Dari hasil pilkada saat ini, banyak fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat, utamanya di media-media sosial. Sebagai anak bangsa, kami meminta mereka tegak lurus daripada apa yang rakyat inginkan,” pungkasnya.
Ismail yang mewakili GP Ansor Sulsel mempertanyakan peran kampus dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswa untuk menjadi politisan atau sebagainya. “Apakah pihak kampus sudah memberi semua itu?,” tanyanya.
Adapun Dr. Abdul wahid, M.A selaku tokoh agama memberikan saran bahwa dalam membiming mahasiswa, dosen selaku orangtua ketika ada aspirasi yang ingin disampaikan kepada wakil rakyat, agar didiskusian terlebih dahulu. “Dan ketika endingnya ingin disampaikan kepada DPRD, maka harus disampaikan ke DPRD di dalam ruangan bukan dengan tutup full akses jalan masyarakat,” ujarnya.(*)