MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan merilis data tingkat kemiskinan di daerah ini per Maret 2021. Ada lima daerah dinyatakan kondisinya paling miskin.
Kelima daerah itu yakni Kabupaten Jeneponto 14,28 persen di peringkat pertama, kemudian Pangkep 14,28 persen di posisi kedua, posisi ketiga Luwu Utara dengan presentase 13,59 persen, ke empat Luwu dengan 12,52 persen dan ke lima Enrekang dengan 12,47 persen. Kemiskinan terendah berada di Kota Makassar sebesar 4,82 persen.
Adapun jumlah penduduk miskin tertinggi tercatat di Kabupaten Bone sebesar 79,64 ribu orang. Sedangkan, jumlah penduduk miskin terendah ada di Kota Parepare sebesar 7,93 ribu orang.
Secara keseluruhan, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan sebanyak 784,98
ribu orang.
Gubernur Andi Sudirman Sulaiman memerintahkan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk ikut membantu menekan kemiskinan di lima daerah di Sulsel tersebut.
“Harus ada banyak program di sana. Dinas Pertanian tolong, ini harus jadi perhatian untuk lima wilayah termiskin di Sulsel. Terutama Jeneponto untuk petani garam dan empang yang tidak pernah ada perubahan,” kata Sudirman, dalam rapat koordinasi dengan BPS Sulsel di kantor gubernur, Selasa (5/4/2022).
Sudirman mengataan, daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan paling parah di Sulsel perlu dilakukan evaluasi dan intervensi segera oleh OPD terkait. Dinas-dinas terkait, kata dia, harus segera dikerahkan untuk menjalankan program yang punya efek langsung terhadap ekonomi masyarakat. Sehingga tingkat kemiskinan bisa tertangani di daerah itu.
“OPD yang difokuskan untuk diarahkan ke sana membuat program di daerah itu. Misalnya, mendorong industri garam di Jeneponto, bisa dilakukan diskusi publik untuk petani garam untuk mengetahui kebutuhan mereka,” imbuh Sudirman.
Menurut dia, mengatasi kemiskinan perlu melibatkan masyarakat sebagai subjeknya. Menanyakan langsung hal yang menjadi kebutuhan warga di sana.
“Jadi ini memang harus uji publik, lakukan konsultasi dengan melibatkan para orang yang sudah eksis di sana,” ujar Sudirman.
Dia menyebut yang menjadi masalah adalah mendesain program dengan angan-angan, tetapi realita di lapangan tidak berjalan. Hal inilah yang terjadi di sejumlah program sehingga banyak anggaran yang terpakai tetapi tidak jelas peruntukannya karena tidak melibatkan masyarakat secara langsung.
“Saya harap Jeneponto bisa seperti itu, saya tidak mau membangun sesuatu yang fiktif, yang hanya memperlihatkan kemewahan tapi tidak bisa dipakai,” tukas Sudirman.
Sementara itu, Kepala BPS Sulsel, Suntono mengatakan sejumlah komoditas yang memberikan pengaruh terbesar terhadap garis kemiskinan (GK) di Sulsel yakni beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, ikan bandeng, kue basah, dan mie instan.
“Secara umum komoditi yang memberi pengaruh besar terhadap kemiskinan di pedesaan adalah makanan, sedangkan di perkotaan lebih dipengaruhi oleh non makan,”ucapnya.
Suntono menyebut beras memberi sumbangan terbesar 19,92 persen di perkotaan dan 25,84 persen di pedesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK yakni 10,53 persen di perkotaan dan 11,92 persen di pedesaan.
“Garis kemiskinan terbagi dua yakni garis kemiskinan makanan dan non makanan. Jadi garis kemiskinan makanan menguasai kurang lebih 75 persen dari total garis kemiskinan. Jadi kalau kemiskinannya bergerak naik maka dan ini berpotensi meningkatkan penduduk miskin,” terangnya.
Suntono mengatakan pada periode Maret 2021- September 2021 GK Sulsel naik sebesar 3,21 persen. Yakni dari Rp372.491 per kapita per bulan Maret 2021 menjadi Rp 384,455 per kapita per bulan September 2021. (*)