MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Tim pengawasan dari Kejati Sulawesi Selatan (Sulsel) turun tangan memeriksa mantan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bone inisial AK karena diduga telah memeras seorang Kepala Desa sebesar Rp300 juta.
Penanganan kasus ini dibenarkan oleh, Kasi Intel Kejari Bone Andi Hairil Akhmad saat dikonfirmasi Harian Rakyat Sulsel, Rabu (13/4/2022). Hanya saja ia masih enggan menjelaskan lebih detail terakit perkaranya sebab kata dia masih sementara berproses.
“Sudah ditangani bidang pengawasan Kejati Sulsel,” kata Andi Hairil.
Selain Andi Hairil, Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi yang ikut dikonfirmasi juga membenarkan perkara tersebut. Kata dia, Kejati Sulsel telah menurunkan sekitar tujuh orang tim pengawasan untuk melakukan pendalaman terkait kasus ini.
Dalam kasus ini pun beberapa saksi telah diperiksa. Mulai dari yang terlapor juga kepala desa yang merasa jadi korban turut dimintai keterangan.
“Sementara ditangani tapi hasilnya belum tau karena masih dalam pemeriksaan,” ujarnya.
“Kita tidak bisa berasumsi karena masih dalam pemeriksaan, benar tidaknya itu pemerasan. Inikan ada yang menuduh jadi orang yang dituduh ini harus diperiksa terlebih dulu,” sambungnya.
Adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) ditanggapi oleh lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi.
Peneliti ACC Sulawesu, Ayie Asrawi menyampaikan, dalam masalah ini pihaknya mendorong Tim Pengawasan Kejati Sulsel untuk bertindak memberantas oknum-oknum APH yang nakal. Sebab oknum tersebut dinilai dapat merusak citra penegakan hukum di Indonesia terutama citra Kejaksaan itu sendiri.
“Hal-hal ini memang banyak, makanya perlu didorong baik itu masyarakat ataupun pemegang jabatan publik untuk segera melaporkan kasus-kasus semacam ini (pemerasan). Karena ini sering terjadi, jabatan APH itu sering dijadikan alat untuk melakukan pemerasan, bukan hanya di Kejaksaan, di Kepolisian pun begitu,” ucap Ayie.
Para pelaku kasus-kasus seperti ini disebut perlu ditindak dengan serius sebab jika tidak maka akan semakin marak. Apalagi pemangku jabatan dinilai sangat rentan menggunakan kekuasaan untuk mencari uang dengan cara-cara seperti yang terjadi dalam kasus ini.
Hal ini juga dinilai salah satu faktor yang sering menghambat penanganan kasus korupsi dituntaskan. Apalagi di daerah-daerah yang terbilang sulit dijangkau.
“Aparat yang melakukan pemerasan harus diusut serius Kejaksaan Tinggi karena ruang (melakukan pemerasan) ada disitu. Jika terbukti atau ada indikasi dari laporan masyarat maka harus diselesaikan hingga tuntas. Jaksa nakal ini harus dihilangkan,” tegasnya.
Lebih jauh, Ayi menyebutkan, keterbukaan Kejaksaan dalam penanganan kasus juga dinilai dapat menjadi jalan keluar dalam memberantas pemerasan atau pungli di jajarannya.
“Tertutupnya kerja-kerja kejaksaan sendiri semakin membuka ruang seperti itu (pemerasan). Adanya kasus ini kita juga berharap Kejaksaan melakukan evaluasi atas kerja-kerja Jaksa di daerah-daerah,” ucap dia.
Diketahui kasus ini berawal dari laporan Kades Letta Tanah atas nama Ahmad. Ia mengaku memberikan uang sebanyak Rp300 juta pada AK sebagai bentuk pengembalian negara tahun 2020. Pengembalian itu dilakukan sebab diduga ada kegiatan bermasalah yang dilakukan Pemerintah Desa Letta Tanah pada tahun 2019. (*)