Oleh
Ahmad Razak
Dosen Fakultas Psikologi UNM
Berita yang muncul di media akhir-akhir ini cukup didominasi oleh berita kekerasan seperti pengeroyokan, perampokan yang disertai penganiayaan, dan beberapa bentuk kekerasan lainnya. Kekerasan merupakan suatu tindakan atau perilaku yang tidak manuasiawi dan dapat menyakiti perasaan atau fisik individu lain. Kekerasan terdiri dari beberapa jenis, antara lain kekerasan fisik, psikis, seksual, dan ekonomi. Tindakan kekerasan ini dapat dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, yaitu lingkungan yang pada dasarnya merupakan lingkaran kekerasan, stres dan kurangnya dukungan dari orang sekitar, penggunaan alkohol, miras, dan obat-obatan terlarang, serta kemiskinan. Perilaku kekerasan sering kali dapat dengan mudah kita temui di masyarakat sekitar, baik dari tingkat terkecil yaitu keluarga hingga antar kelompok masyarakat.
Kejadian ini tentunya berdampak buruk bagi orang-orang yang berada di sekitarnya, sehingga perlu dihentikan. Pengaruh yang ditimbulkan dari tindak kekerasan tidak hanya berdampak pada orang atau kelompok yang bertikai saja, tapi dapat meluas ke keluarga hingga masyarakat di sekitar.
Kasus yang masih hangat adalah kasus pengeroyokan seorang pegiat media sosial sekaligus pengajar di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia, yaitu Ade Armando. Ade Armando dihakimi oleh massa pada demo yang berlangsung di depan gedung DPR RI pada Senin, 11 April 2022. Tidak hanya babak belur dan tersungkur di aspal, pakaian yang dikenakan juga dilepas paksa oleh pengeroyok, sehingga ketika diamankan oleh polisi dari amukan massa, Ade hanya menggunakan pakaian dalam.
Selain peristiwa pengoroyokan, tawuran juga menjadi salah satu tindak kekerasan yang sering kita dengar di berbagai media. Bulan lalu, tepatnya pada 3 Maret 2022, tawuran antar pemuda terjadi di Kecamatan Bontoala, Makassar. Aksi ini menyebabkan satu orang tewas terkena anak panah. Korban tewas ketika berada dalam perjalanan menuju rumah sakit. Selain tindak kekerasan yang menyerang fisik, masyarakat kita akhir-akhir ini juga sering digegerkan oleh berita kekerasan seksual di berbagai portal media. Tindakan kekerasan seksual ini terkadang membuat kita terheran heran, seperti ayah yang memperkosa anak kandungnya sendiri, kakek yang memperkosa anak di bawah umur, serta yang masih lekat dalam benak kita yaitu pendiri Pondok Pesantren di Jawa Barat yaitu Heri Wirawan yang memperkosa santri-santrinya hingga hamil dan melahirkan anak. Saat ini, Heri sedang menunggu eksekusi hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya beberapa waktu yang lalu.
Beberapa peristiwa di atas bisa jadi bagi sebagian orang menimbulkan rasa takut, cemas, bahkan trauma. Rasa takut dan cemas bahwa lingkungan di sekitarnya sedang tidak aman tentu dapat mengganggu kenyamanan dan ketentraman masyarakat. Hal ini juga dapat berdampak pada tingkat stres individu, baik anak-anak, remaja, hingga dewasa. Oleh karena itu, sudah saatnya tindakan kekerasan perlu dicegah dan diatasi oleh pihak-pihak yang berwewenang. Baru-baru ini, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah resmi disahkan oleh DPR RI.
Hal ini tentu membawa angin segar bagi masyarakat, khususnya yang menjadi korban dari perilaku kekerasan seksual yang akhirnya memiliki payung hukum di negeri ini. UU TPKS ini diharapkan mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual agar tidak mengulangi perbuatannya dan diharapkan dapat mengurangi tingkat kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat. Selain itu, terkait kasus pengeroyokan yang menimpa Ade Armando, polisi telah menetapkan beberapa tersangka. Kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bahwa tindakan main hakim sendiri tetap merupakan suatu tindakan yang tercela dan menimbulkan kerugian khususnya pada korban, terlepas dari kontroversi yang pernah dilakukan oleh Ade Armando.
Pencegahan tindakan kekerasan perlu dilakukan oleh berbagai pihak, tidak hanya dari instansi kepolisian saja. Peran tokoh masyarakat juga sangat penting dalam mendidik masyarakat, khususnya pemuda-pemuda demi mencegah terjadinya tindakan kekerasan seperti tawuran yang kerap terjadi. Masyarakat dapat bergotong-royong membuat kegiatan yang bermanfaat agar para permuda terhindar dari aktivitas yang tidak bermanfaat apalagi berbahaya. Komunitas terkecil yaitu keluarga juga memiliki peranan yang tidak kalah besarnya.
Peran orangtua dalam memberikan pengajaran baik agama maupun moral kepada anak-anak serta menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif akan sangat memberikan efek besar dalam menghasilkan generasi yang berguna. Kinerja polisi sejauh ini juga perlu kita acungi jempol dalam mengatasi tindakan kekerasan di masyarakat seperti dengan rutin melakukan patroli di malam hari demi mencegah tindakan kekerasan dan asusila yang cukup meresahkan. Kedepannya, tindakan kekerasan ini diharapkan bisa semakin berkurang dan lingkungan masyarakat menjadi lebih aman.
Momentum bulan Ramadan yang saat ini sedang dijalani oleh ummat muslim juga sebenarnya perlu kita manfaatkan untuk memperbaiki kualitas diri. Kemampuan dalam mengontrol amarah dan senantiasa menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat sebaiknya ditingkatkan di bulan yang suci ini, sehingga perilaku menyimpang dapat kita hindari. Selain itu, pengetahun spiritual yang diperdalam di bulan Ramadhan ini dapat lebih menghindarkan kita dari perbuatan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. (*)