DPRD Panggil Lagi PT Vale Usai Reses

  • Bagikan
Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Rahman Pina

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Rahman Pina menyambut baik langkah yang dilakukan oleh Komisi VII DPR RI yang meminta pemerintah tidak memperpanjang izin pertambangan PT Vale Indonesia. Namun diri sebagai wakil rakyat akan tetap menggarap PT Vale yang rencananya akan dilakukan dalam waktu dekat ini.

“Setelah reses kami agendakan lagi untuk panggil PT Vale),” kata Rahman, Minggu (5/6/2022).

Politikus Golkar ini menyebutkan selama ini rakyat Sulsel khususnya Luwu Timur hanya menjadi penonton, menjadi tenaga kerja dan buruh di perusahaan asing yang mengeruk kekayaan alam di negeri sendiri.

Dia mengaku, Komisi D akan fokus pada permasalahan limbah dan kerusakan lingkungan yang selama ini menurut dia keluhan warga sekitar.

“Kami hanya dukung DPR RI, karena kewenangan ada di pusat, kecuali terkait limbah, kerusakan lingkungan di kabupaten dan kota,” ujar Rahman.

Sebelumnya Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Fauzi mengatakan, terkait PT Vale Indonesia, Komisi VII DPR memutuskan sedikitnya dua hal terkait perusahaan yang berkedudukan di Luwu Timur itu saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan PT Vale Indonesia, PT Antam, dan MIND-ID.

“Pertama, Komisi VII mendorong BPK RI untuk melakukan audit divestasi saham PT Vale oleh PT Indonesia Asahan Aluminium sebesar 20 persen melalui IPO di Bursa Efek tahun 1990,” jelas Fauzi.

Kedua, lanjutnya, Komisi VII DPR memutuskan untuk membentuk Panja demi pendalaman nilai manfaat PT Vale Indonesia selama ini. Baik bagi pemerintah maupun masyarakat sekitar.

“Komisi VII meminta pemerintah tak melakukan perpanjangan kontrak karya sebelum semua permasalahan yang mengemuka diselesaikan,” jelasnya.

Anggota DPR RI Dapil Sulsel III ini menjelaskan, cukup banyak dalam kontrak karya yang tak dijalankan PT Vale yang sudah beroperasi 54 tahun di Luwu Timur.

Misalnya, di kontrak karya generasi I, PT Vale menjanjikan pembangunan smelter di Bahudopi dan Pomalaa, terapi tidak terealisasi.

Pada 17 Oktober 2017, dilakukan amandemen kontrak karya PT Vale dengan pemerintah. Salah satu isinya adalah PT Vale harus berinvestasi sebesar 4 miliar dolar untuk pabrik pemurnian di Pomalaa dan Bahudopi.

“Tapi juga belum ada realisasi sama sekali. Pernah juga Bupati Luwu Timur bersurat ke PT Vale terkait Bendungan Larona yang beroperasi sejak 1979 yang seharusnya sudah diserahkan kepada negara tetapi belum juga hingga sekarang,” jelasnya.

Anggota Fraksi Partai Golkar ini berharap, Panja akan membuka semua permasalahan yang selama ini terjadi di PT Vale Indonesia. Sebab, laporan yang diterima menyebut seringnya terjadi demonstrasi di PT Vale terkait berbagai persoalan berkaitan dengan masyarakat. (*)

  • Bagikan