MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Peredaran produk kosmetik, obat-obatan, pangan olahan, hingga suplemen kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha atau izin edar masih marak diperdagangkan pada masyarakat.
Hal itu terbukti dari hasil razia Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Makassar periode Januari hingga Juni 2022.
Kepala BBPOM Makassar, Hardaningsi mengatakan, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan BBPOM Makasaar mencatat, produksi dan distribusi obat, pangan, kosmetik, suplemen kesehatan dan obat tradisional sebanyak 350 sarana, pelayanan kefarmasian 138 sarana, dan melakukan sertifikasi produk dan fasilitasi produksi dan distribusi obat dan makanan sebanyak 45 sarana.
“Dan pada hasil pemeriksaan dan pengawasan ditemukan 19 kasus, masing-masing 10 kasus kosmetik, 5 kasus obat, 3 kasus pangan olahan, serta 1 kasus suplemen kesehatan,” kata Hardaningsi saat merilis temuannya, Senin (27/6/2022).
Hardaningsi melanjutkan, dari 19 kasus tersebut, pelanggaran paling banyak didominasi oleh kasus kosmetik, kemudian obat, pangan olahan dan suplemen kesehatan. Temuan tersebut berupa produk tidak memenuhi izin edar, termasuk penyalahgunaan obat-obatan tertentu seperti Trhexhypenidil dan Tramadol.
Jika di total nilai temuan barang bukti yang ada sebanyak Rp 747.085.000 dari jumlah barang bukti sebanyak 32.797 pcs. Produk kosmetik sebanyak 3.343 pcs, produk pangan olahan sebanyak 2,415 pcs, produk suplemen kesehatan sebanyak 184 pcs, dan obat TIE sebanyak 26.855 pcs.
“Rata-rata yang ditemukan itu tidak memiliki izin edar. Ada juga satu dua yang mengandung bahan berbahaya, tapi rata-rata tidak memiliki izin edar. Atas temuan itu BBPOM Makassar melakukan fungsi pembinaan dengan melakukan teguran dan peringatan agar pelaku usaha tidak mengedarkan produk yang tidak memenuhi ketentuan dan mengandung bahan berbahaya,” sebutnya.
Sementara pelaku usaha yang telah memenuhi unsur pidana proses secara hukum atau pro justitia. BBPOM Makassar bekerja sama dengan KORWA Polda Sulsel memproses ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimana tindak lanjut kasus tersebut sebanyak 6 perkara hukum, 3 kasus obat dan 3 kasus kosmetik. Pelanggaran disangka telah memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi seperti obat dan kosmetik ilegal dengan mengandung bahan kimia.
“Disangka dengan Pasal 196 Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar, serta Pasal 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1.5 miliar,” kata Hardaningsi.
Lebih jauh, Hardaningsi menyampaikan dalam melindungi masyarakat dari produk ilegal tersebut, BBPOM Makassar terus melakukan sosialisasi. Termasuk melakukan pemantauan makanan yang beredar di masyarakat apakah aman untuk dikonsumsi, serta memberikan fasilitasi pendampingan kepada UMKM pangan olahan, obat tradisional dan kosmetik kepada pelaku usaha yang akan mendaftarkan produknya untuk mendapatkan izin edar.
BBPOM Makassar juga mengimbau pada pelaku usaha untuk mentaati peraturan yang berlaku. Termasuk masyarakat juga diharapkan agar lebih pro aktif dalam memilih produk yang dibeli atau ditawarkan kepadanya, terutama untuk pembelian secara online.
“Jadi ingat selalu Cek KLIK. Cek Kemasan dalam kondisi baik, baca informasi produk pada labelnya. Pastikan memiliki Izin edar Badan POM, dan tidak melewati masa kedaluarsa dan apabila masyarakat menemukan dan mengetahui adanya peredaran produk yang tidak memenuhi ketentuan dapat menghubungi unit layanan pengaduan konsumen BBPOM di Makassar. Dan untuk mengecek produk itu sudah terdaftar dapat melalui BPOM Mobile,” bebernya.
Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus) pun menyoroti maraknya peredaran kosmetik ilegal belakang ini yang kian marak diperdagangkan pada masyarakat. Ia mendesak BBPOM Makassar lebih sigap lagi sebab produk tersebut diperdagangkan secara terbuka khusus di media sosial seperti Facebook dan WhatsApp.
“Saya yakin BBPOM tahu ini. Karena sudah diperjualbelikan bebas di media sosial. Mustahil kalau BBPOM tak mendeteksinya. Tapi kan aneh, justru itu dibiarkan. Tidak ada upaya mengatasinya. Ini ada apa,” tanya Direktur Laksus, Ansar.
Ansar menilai, pendekatan BBPOM terlalu lemah, seharusnya dalam kasus ini BBPOM bersikap lebih agresif. Sebab tugas dan fungsi BBPOM sendiri sebagai lembaga pengawas sekaligus eksekutor produk-produk yang membahayakan masyarakat.
BBPOM disebut bisa menempuh beberapa alternatif. Di antaranya langkah represif dengan melakukan razia izin edar. Bahkan Ansar yakin BBPOM sudah mengantongi identitas owner-owner kosmetik yang terindikasi ilegal. Untuk merazia owner-owner ilegal dinilai tak terlalu sulit.
“Kan itu bisa dilakukan. Kalau misalnya mereka sulit bekerja sendiri, BBPOM bisa menggandeng kepolisian,” jelasnya.
Sebelumnya, pada tahun 2021 BBPOM di Makassar menemukan 724 jenis produk ilegal, dengan total total 66. 100 Pcs. Dengan nilai barang temuan itu sebesar Rp1,6 miliar. (*)