Catatan Peringatan HBA ke-62 Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan

  • Bagikan
ILUSTRASI

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Korps Kejaksaan Agung secara serentak memperingati Hari Bhakti Adhyaksa ke 68 tahun, hari ini.

Momentum ini tidak dilewatkan oleh publik untuk menyorot kinerja aparat hukum yang berseragam cokelat tua itu.

Di Sulawasi Selatan, kinerja Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan masih menjadi sasaran kritik dari masyarakat, khususnya dalam upaya pemberantasan kasus korupsi. PUblik menilai, Kejaksaan kerap banyak mengusut perkara dugaan korupsi, tapi tidak sedikit yang mangkrak hingga tuntas ke meja hijau.

Salah satu yang lembaga publik yang kerap mengawasi penanganan perkara yang diusut Kejaksaan Tingggi Sulsel yakni Anti-Corruption Committee (ACC) Sulawesi.

Dalam catatan ACC Sulawesi pada akhir 2021, mengungkap jumlah kasus yang diusut Kejati Sulsel yang penanganannya jalan di tempat. Wakil Ketua Internal Badan Pekerja ACC Sulawesi, Anggareksa PS menyatakan sebanyak 28 perkara jumbo yang diusut penyidik Kejati Sulsel mandek di tahap penyidikan maupun penyelidikan. Sebanyak 42 kasus yang mengalami hal serupa ditangani oleh Kejaksaan Negeri se-Sulsel.

“Dalam catatan kami total 70 kasus korupsi yang mangkrak di tangan institusi Kejaksaan di provinsi ini,” beber Anggareksa, Kamis (21/7/2022).

Anggareksa mengatakan, tingginya angka kasus dugaan korupsi yang mandek di meja penyidik Kejaksaan merupakan bukti nyata lemahnya pemberantasan korupsi di Korps Adhyaksa ini.

“Padahal, pengusutan kasus korupsi harus menjadi prioritas karena berdampak sangat luas terhadap masyarakat,” imbuh dia.

Dia mengatakan, perembangan tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.

Tindak pidana korupsi telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa sehingga upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi diharapkan dengan cara yang luar biasa.

Di sisi lain, lanjut Anggareksa, keterbukaan informasi publik di insitutusi Kejaksaan juga belum maksimal dilakukan. Dalam lima tahun, ACC Sulawesi rutin bersurat kepada Kejaksaan Tinggi Sulsel meminta informasi daftar kasus korupsi yang ditangani sebagai bentuk pengawasan publik terkait kinerja
kejaksaan,

“Namun tak satu pun dari surat tersebut dibalas,” beber dia.

Dia mengatakan, kewenangan suatu lembaga yang besar tanpa disertai transparansi dan keterbukaan akan sangat berbahaya. Alasannya, hal itu akan membuka ruang bagi oknum aparat penegak hukum untuk bermain-main dengan perkara.

Pada momentum HBA kali ini, Anggareksa berharap, Kejati Sulsel melakukan pembenahan internal dan mengevaluasi kinerja selama ini. Anggareksa mengatakan, masyarakat berharap Kejaksaan dapat memberantas kasus korupsi yang masih marak terjadi.

Dalam catatan, sejumlah perkara jumbo yang mangkrak sampai saat ini yakni pengusutan dugaan korupsi jasa produksi dan asuransi pensiun karyawan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar. Kasus ini diusut berdasarkan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan dugaan kelebihan bayar sebanyak Rp 31 miliar lebih.

Kasus ini sudah naik ke penyidikan sejak akhir 2021. Namun hingga pertengahan tahun ini, penyidik Kejati Sulsel tak juga merilis tersangka.

Kasus lain yang juga menjadi perhatian yakni dugaan korupsi penyimpangan penetapan harga jual tambang pasir laut tahun 2020 di Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Perkara yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp13 miliar itu juga telah naik ke penyidikan tanpa penetapan tersangka.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi tidak menjawab konfirmasi Harian Rakyat Sulsel mengenai capaian kinerja penyidik dalam penanganan perkara. Pesan yang dikirim via WhatsApp tidak direspons.

Meski begitu, kinerja Kejati Sulsel di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) menyelamatkan ‘wajah’ lembaga ini. Sepanjang 2021 hingga Mei 2022, Bidang Datun sebagai jaksa pengacara negara (JPN) berhasil menyelamatkan aset negara senilai Rp 12 triliun.

Melalui keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu, Soetarmi menyatakan penyelamatan aset negara itu dilakukan melalui jalur litigasi maupun nonlitigasi. Salah satu kasus litigasi yang ditangani yakni di Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel. Tergugat 1 dalam perkara perdata melawan Naba Dg. Ngesa di Pengadilan Negeri (PN) Takalar, dengan objek gugatan. Perkara ini dimenangkan oleh JPN dengan nilai aset Rp 4 triliun.

Kemudian kasus litigasi degan pemberi kuasa Gubernur Sulawesi Selatan berdasarkan SKK Nomor 180/1255/B. Hukum 8 Februari 2021. Dalam kedudukannya selaku terlawan II untuk melakukan mediasi dalam perkara perdata Nomor : 411/Pdt.G/2020/PN.Mks, melawan Andi Hasnawati Petta Senga Binti Basu Manggabarani Karaeng Tinggimae di Pengadilan Negeri Makassar dengan objek gugatan berupa lahan di Jln. Masjid Raya Almarkaz Al-Islami, selesai dimenangkan oleh JPN dengan nilai aset Rp 6 triliun.

Selanjutnya, kasus litigasi PT Pertamina (Persero) berdasarkan SKK Nomor SK-016/C00000/2021-SO 10 Maret 2021 SK-936/P.4/Gp.1/03/2021 24 Maret 2021. Dalam kedudukannya sebagai tergugat I melawan Nurdin M. Ali di PN Makassar, dengan obyek gugatan berupa tanah dan bangunan kantor Pertamina (Persero) di Jalan Garuda No.1 Makassar. Perkara ini banding oleh penggugat dengan nilai aset Rp 220 miliar.

Menurut Soetarmi, kasus litigasi PT PLN (Persero) UIPP tanggal 7 Mei 2021, pihaknya PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran Sulawesi dalam kedudukannya sebagai tergugat I melawan Ince Baharuddin dengan obyek gugatan berupa tanah dan bangunan di Jalan Gunung Latimojong Makassar (Gardu Induk PLN). Perkara ini banding oleh penggugur dengan nilai aset Rp 405 miliar.

“Kasus litigasi lainnya adalah pemberian Kuasa Kepala Kejati Sulsel dalam kedudukannya sebagai tergugat V dalam perkara Perdata terkait Abu Tours melawan Muhammad Amin, dan kawan-kawannya di PN Sungguminasa, selesai dimenangkan oleh JPN. Sama dengan Kasus PT. PLN (Persero) Unit Pembangkit Punagaya, dalam kedudukannya sebagai tergugat melawan Kawali. Obyek gugatan berupa permintaan ganti rugi terhadap pencemaran oleh PT. PLN (Persero). Perkara ini juga selesai dimenangkan oleh JPN,” imbuh dia.

Soetarmi menjelaskan kasus lainnya yang ditangani yakni PT PLN (Persero) UPP Punagaya. Dalam kedudukannya sebagai Pemohon Kasasi, tergugat I dalam perkara Perdata Nomor : 18/Pdt.G.2020/PN.Jnp melawan A. Fajar Daud Nompo, sebagaimana obyek gugatan berupa tanah seluas 8.835 meter hektare di Kabupaten Jeneponto. Perkara ini juga disebut selesai dimenangkan oleh JPN dengan nilai aset Rp 586 miliar.

Sementara, kasus non litigasi PT. PPI (Persero) berdasarkan SKK Nomor 76/DO/EKS/PPI/II/2022 4 Februari 2022 SK-910/P.4/Gp.1/01/2022 23 Februari 2022, terkait penyelesaian masalah pengambil alihan aset milik PT. PPI (Persero) berupa tanah seluas 615 meteran persegi dengan bangunan seluas 413 meter persegi di Jalan Andi Mappanyukki No. 11 Makassar, yang masih dikuasai oleh pihak ketiga berhasil dinegosiasi.

Kasus non litigasi lain PT. PLN (Persero) UIPP Sulawesi terkait permohonan pengurusan sertifikasi aset PT. PLN (Persero) UIPP Sulawesi pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Selatan dan Kantor BPN Kabupaten Kota di Sulawesi Selatan, perkara ini di kick of meeting dan dalam proses.

Kasus non litigasi lain pada Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sulawesi Selatan terkait Aset Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan berupa tanah dan bangunan instalasi kebun benih (IKB) Batukaropa yang terletak di Desa Bonto Manai Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumpa seluas 623.950 meter persegi. Perkara ini selesai dimenangkan oleh JPN dengan nilai aset Rp 935 miliar. (*)

  • Bagikan