MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel dengan Pemerintah Provinsi Sulsel sedang tidak baik-baik saja setelah persetujuan Ranperda Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPj) APBD 2021 menemui jalan buntu.
DPRD Sulsel terkesan diabaikan oleh Pemprov Sulsel yang hendak memuluskan Ranperda LKPj APBD 2021 melalui Peraturan Gubernur (Perkada) atau tidak melewati mekanisme paripurna di DPRD.
Bahkan usai gagal disetujui hingga batas waktu 20 Juli lalu, DPRD justru berinisiatif ke Kemendagri agar ada solusi tetap bisa diparipurnakan ulang. Sesuai hasil konsultasi, paripurna untuk persetujuan ranperda LPJ APBD 2021 masih bisa dilakukan hingga 1 Agustus. Namun hal tersebut tidak terjadi. Tidak ada follow-up dari Pemprov.
Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman memilih menggunakan peraturan kepala daerah (Perkada) dibanding menghadiri rapat paripurna DPRD Sulsel untuk penandatangan bersama Ranperda Pertanggungjawaban APBD Sulsel 2021.
Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari menyayangkan langkah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memilih menggunakan peraturan kepala daerah dibanding peraturan daerah untuk laporan pertanggungjawaban APBD Sulsel 2021.
“Kami sangat sayangkan oleh karena pengambilan keputusan itu (Pemprov Sulsel), sama sekali tidak ada komunikasi dengan kami,” kata Andi Ina.
Dirinya menilai, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman tidak berkomunikasi dengan DPRD Sulsel untuk mengambil langkah penggunaan peraturan kepala daerah. “Kami sayangkan langkah yang telah diambil Pemprov Sulsel, perkada diputuskan pihak eksekutif sendiri,” singkatnya.
Wakil Ketua DPRD Sulsel Ni’matullah mengatakan, DPRD menginginkan Ranperda LKPj APBD 2021 disetujui melalui rapat paripurna. Sebab hal ini bisa menjadi gambaran sinergitas DPRD dan Pemprov Sulsel. Perkada hanya jalan terakhir jika komunikasi dengan DPRD mengalami deadlock atau buntu komunikasinya.
“Memang (Perkada) itu jalan terakhir, yang berarti sudah buntu komunikasi. Sebenarnya tidak tepat, karena masih ada jalan supaya itu ditetapkan melalui paripurna, banyak waktu kok,” tuturnya.
Keputusan pemprov ini, kata dia tidak sejalan dengan keinginan DPRD. “Kalau kami tidak mau pakai jalan itu (Perkada), kita mau paripurna-lah supaya harmonisasi DPRD dengan pemprov tetap terjaga,” ungkapnya.
Ni’matullah menyesalkan pengesahan LPJ APBD 2021 tidak melalui mekanisme di legislatif. Padahal sebelum Perkada itu diusulkan, sebenarnya masih cukup waktu untuk menggelar rapat paripurna persetujuan bersama pertanggungjawaban APBD 2021.
Apalagi hasil konsultasi DPRD Sulsel, Kemendagri memberi lampu hijau rapat paripurna masih bisa dilaksanakan hingga 1 Agustus. Namun Pemprov kata Ni’matullah terkesan tidak memiliki kemauan pengesahan LPJ APBD 2021 disahkan melalui paripurna dewan.
“Depdagri sudah kasih kita peluang sampai tanggal 1 Agustus untuk paripurna, tapi tidak ada follow-up dari Pemprov. Malah Perkada yang dia (Pemprov Sulsel) usulkan ke Jakarta, ke Depdagri,” ujar Ni’matullah.
Ulla–sapaan akrab Ni’matullah juga menegaskan, belum adanya LKPj 2021, maka DPRD Sulsel belum bisa melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2022.
“Belum bisa (dibahas APBD Perubahan) kalau perkadanya belum selesai, kita belum bisa lanjut ke APBD Perubahan. Kita belum tahu apa saja isinya perkada,” jelasnya.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulsel, Selle KS Dalle mengatakan, berdasarkan arahan dari Kemendagri batas akhir pengesahan Ranperda LKPj 2021 adalah 1 Agustus. Namun tidak berjalan.
“Bahkan informasi bahwa tim dari Pemprov Sulsel sudah melakukan konsultasi ke Kemendagri untuk Perkada. Parahnya konsultasi tersebut dilakukan setelah anggota DPRD Sulsel melakukan konsultasi ke Kemendagri. Itu menandakan pihak Pemprov Sulsel sudah merencanakan akan menerbitkan Perkada sejak awal. Mereka tidak ingin menggunakan mekanisme perda atau mendapatkan persetujuan dari DPRD Sulsel,” ujarnya.
Menurutnya, ini akan berimplikasi pada APBD Perubahan 2022.
“Tampaknya Pemprov memang ingin menggunakan anggaran tidak ingin melibatkan DPRD Sulsel. Ada beberapa itu dinas yang menjadi mitra Komisi E yang sudah menggunakan SK Parsial,” kata Selle KS Dalle.
Selle mengungkapkan, bahwa berdasarkan data yang ada, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi telah melakukan perubahan parsial. Dengan adanya perubahan parsial tersebut secara tidak langsung ditengarai telah menggunakan dana Silpa. Padahal sejatinya dana Silpa hanya dapat digunakan di APBD Perubahan.
Menurut Selle, langkah Pemprov jelas bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Di mana dalam PP itu tertuang dalam pasal 69 bahwa perubahan Perda APBD menjadi Perkada hanya bisa dilakukan ketika situasi darurat dan mendesak.
”Ini masalah besar, kalau misalnya tidak bisa dijelaskan secara baik penggunaan anggaran itu. Ini adalah tata kelola pemerintahan, ada mekanisme yang harus kita hargai, ada sistem mesti kita rujuk secara baik, khususnya dalam pengelolaan keuangan tidak boleh seenaknya. Hanya dengan menerbitkan peraturan gubernur enak-enaknya menggunakan anggaran,” ungkap Selle.
Anggota Komisi E DPRD Sulsel ini mengaku, telah mengingatkan beberapa OPD yang menjadi mitranya. Pasalnya, jika dana Silpa digunakan melalui Peraturan Gubernur sebelum masuk APBD Perubahan berpotensi terjadi masalah hingga melanggar hukum.
“Banyak dinas yang seperti itu. Beberapa OPD kita bilang, kalau ada APBD lalu perubahan yang Anda sudah lakukan melalui peraturan gubernur terkait perubahan parsial kita akomodir tidak ada masalah. Tetapi APBD Perubahan tidak diakomodir siapa mau ganti uangnya. Ini berpotensi masalah,” tegasnya.
Diketahui, permasalahan LKPj APBD Sulsel 2021 berawal ketika pimpinan DPRD Sulsel menolak melakukan penandatangan bersama Sekretaris Provinsi, Abdul Hayat Gani selaku Pelaksana harian (Plh) Gubernur.
Pasalnya Abdul Hayat Gani tidak mendapat surat mandat dari Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman untuk menandatangani LKPj APBD 2021. Saat itu, Sudirman sedang cuti untuk melaksanakan ibadah haji.
Surat mandat itu dianggap penting bagi pimpinan DPRD Sulsel. Sebab sesuai regulasi Abdul Hayat Gani hanya boleh mewakili Gubernur tetapi sifatnya rutin. Sementara terkait dengan kebijakan anggaran, kebijakan strategis lainnya diatur oleh undang-undang.
DPRD Sulsel juga berulang kali mengingatkan Sudirman Sulaiman agar memberikan surat resmi kepada Plh untuk menandatangani dokumen LKPj APBD 2021. Namun hingga rapat paripurna berlangsung, 20 Juli 2022 lalu, surat mandat tak kunjung diperlihatkan. Akibatnya, DPRD Sulsel menolak melakukan penandatangan persetujuan bersama LKPj APBD 2021.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Sulsel Azhar Arsyad juga menyayangkan keputusan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. “Kami sangat sayangkan karena tidak ada hal mendesak bagi Gubernur menerbitkan Perkada,” kata Azhar.
“Itu kami sayangkan, artinya kami legislatif sudah melakukan yang terbaik, kami selalu buka diri, tapi ternyata sudah ada usulan perkada sebelum kami konsultasi ke Kemendagri,” tuturnya. (*)