MAROS, BACAPESAN.COM – Festival Berkuda Sulawesi Selatan digelar di Dusun Bukkamata, Desa Tanete, Kecamatan Simbang, Maros, Sabtu, 27 Agustus 2022.
Ketua Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Sulsel, Muzayyin Arif, menghadiri perhelatan kali kedua itu.
Festival digelar dua hari, Sabtu-Minggu, 27-28 Agustus 2022.
Muzayyin mengingatkan bahwa berkuda adalah cabang olahraga berprestasi. Pada Porprov, September mendatang mulai ditampilkan sebagai ekshibisi. Lalu pada PON 2024 mendatang di Aceh dan Sumut, berkuda akan mulai diperlombakan.
Muzayyin berharap dari Tanete dan Maros umumnya bisa lahir atlet besar yang bisa mengharumkan nama Sulsel. Apalagi, lanjutnya, berkuda adalah warisan budaya leluhur.
Bupati Maros, Chaidir Syam yang membuka festival mengaku yakin olahraga berkuda bisa semakin dimasyarakatkan di Butta Salewangang. Ia juga sepakat dengan Muzayyin bahwa akan cukup mudah melakukan itu. Apalagi jika mengingat bahwa berkuda adalah warisan budaya dari leluhur. Sudah sejak lama menjadi kebiasaan masyarakat di sejumlah desa dan wilayah di Maros.
Kapolres Maros, AKBP Awaludin Amin mengaku terharu melihat antusiasme warga. Masyarakat dekat bersatu dan menikmati festival berkuda itu.
Awaludin mengaku sejak memasuki wilayah Pakere, lanjut ke Bukkamata, dia sudah membayangkan betapa indah wilayah tersebut. Apalagi jika berkuda dan kuda semakin menjadi tradisi.
“Itu akan menjadi daya tarik pariwisata yang sangat kuat. Dan yang akan menikmati masyarakat di desa ini juga,” tuturnya.
Pordasi Sulsel mendatangkan atlet andalannya dari sembilan kabupaten, untuk menjalani ekshibisi pada festival ini. Antara lain
Daeng Nai, Munzir Alqadri, dan Andi Untung. Mereka akan tampil pada sejumlah kategori, termasuk berkuda memanah atau HBA (Horseback Arvhery).
“Mudah-mudahan bisa makin meram aikan acara kita, menghidupkan perekonomian. Bukan hanya selama dua hari event, namun seterusnya jika kita sudah bisa menjadikan berkuda sebagai magnet wisata di Tanete ini,” tambah Muzayyin.
Muzayyin juga mengungkap bahwa selama ini, peternak kuda di daerah ini umumnya membudidaya masih dengan metode konvensional. Padahal, ada crossbreeding. Metode persilangan, mengawinkan kuda betina lokal dengan pejantan dari luar.
“Kita bisa lihat hasilnya di Sulawesi Utara. Teman-teman di Manado sudah biasa menjual kudanya dengan harga Rp50 jutaan dalam tempo singkat,” ujarnya.
Padahal di Sulsel, kata Wakil Ketua DPRD Sulsel itu, peternak baru bisa menjual kudanya setelah dipelihara 8-10 tahun. Itu pun harganya di bawah Rp20 juta.
Makanya, Muzayyin berharap festival berkuda di Tanete yang sudah memasuki tahun kedua bisa menggairahkan semangat warga peternak. Termasuk mempelajari metode crossbreeding.
“Kalau itu bisa dilakukan, insyaallah masyarakat peternak kita akan jadi lebih sejahtera, kaya raya,” ucapnya.
Muzayyin pun membawa beberapa ekor kuda peranakan yang selama ini dibudidayakan di stable miliknya. (*)