JAKARTA, BACAPESAN.COM – Di Indonesia, partisipasi pemilih pada penyelenggaraan Pemilu masih menjadi persoalan.
Pasalnya, pada Pemilu 2019, masih banyak masyarakat yang tak menggunakan hak pilihnya alias golongan putih (golput).
Jumlah golput di Pemilu 2019 mencapai 25 juta jiwa.
Hal ini tentunya menjadi salah satu kekhawatiran bagi para penyelenggara pesta demokrasi saat Pemilu 2024.
“Kemarin 2019 itu yang Golput itu ada 25 juta, itu (paling banyak) ada di suara DPD, bukan DPR, 22 persennya di suara DPD karena banyak sepertinya yang tidak memilih DPD,” ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Senin, 5 Desember 2022.
Salah satu penyebab tingginya angka golput, ungkap Bagja, akibat ketidaktahuan masyarakat terhadap calon yang akan dipilih.
Terutama pada pemilihan anggota legislatif perseorangan atau anggota DPD RI.
“Ini PR (pekerjaan rumah-red) kita juga. Teman-teman senator kurang selling himself atau selling herself untuk teman-teman di masyarakat,” tutur Bagja.
Menurut dia, suara yang disediakan untuk DPD RI hampir sama seperti suara partai.
Namun, pemilih DPD tidak banyak.
Karena itu, kata Bagja, para calon DPD RI sebaiknya meningkatkan partisipasi pemilih dalam Pileg Perorangan.
Berbeda halnya dengan Pileg bagi DPR dan DPRD yang sudah memiliki manajemen kampanye.
“Tapi DPD, satu provinsi, dia harus meyakinkan, (misal) DKI Jakarta 10-12 juta suara, tiba-tiba hanya dapat 600-800 ribu suara. Berarti kan ada yang hilang. Tapi teman-teman masyarakat kita juga harus menganggap DPD ini satu hal penting,” tambah Bagja. (fin/*)