BULUKUMBA, BACAPESAN.FAJAR.CO.ID – Usia boleh saja senja, tetapi bagi Habbu pikiran, pengetahuan dan kebiasaan haruslah muda.
Kakek berusia 75 tahun ini paham betul bagaimana zaman berubah begitu cepat. Jika di tahun 80-an berkomunikasi jarak jauh masih melalui surat, di pertengahan tahun 90an semua berubah dengan hadirnya gawai yang saat ini ukurannya semakin hari semakin tipis. Itu di desa, tentu perubahan terjadi lebih cepat di Kota.
Sejak gawai mulai familiar di desa tempatnya menetap di Kabupaten pengrajin kapal Phinisi, Habbu memutuskan membeli gawai kecil di awal tahun 2000an. “Waktu itu gawai masih murah, masih harga ratusan ribu. Tidak seperti sekarang, gawai sudah seharga motor,” ucap Habbu, Rabu (15/12/2022).
Fungsinya sangat sederhana, hanya untuk berkomunikasi dengan orang orang yang berada jauh, juga untuk mengirim kabar bahagia maupun kabar duka, “Dulu cukup isi pulsa 50 ribu sudah puas menelpon kesana kemari selama satu bulan. Dulu saya menggunakan kartu perdana Mentari,” ucap Habbu menceritakan.
Di tahun 2016, karena trend gawai berubah dan merek gawai yang kakek 7 cicit ini gunakan sudah langka sparepartnya, ia kemudian beralih ke gawai 3G. Selain bisa berkomunikasi jarak jauh, gawai tersebut bisa menampilkan lagu lagu religi yang ia gemari.
“Saya juga saat itu beralih dari Mentari ke IM3 karena di daerah saya jaringannya lumayan lebih baik dari provider lain. Maklum, daerah pedalaman.” ungkap Habbu.
Semua berubah ketika teknologi semakin canggih dan fitur gawai semakin beragam. Tak hanya pulsa, gawai di desanya pada masa itu sudah mengenal kartu data. Keluarganya pun demikian, menggunakan internet dan aplikasi untuk berkomunikasi.
Sebab memiliki kebutuhan besar akan komunikasi, Habbu memutuskan membeli gawai harga jutaan. Satu yang tidak berubah, kakek yang berprofesi sebagai petani ini tetap setia menggunakan kartu perdana Indosat, “Itu karena di desa saya hanya Indosat Ooredoo yang jaringannya kuat, apalagi jika HP (gawai) di bawa ke kebun, bisa bisa pesan teks tidak terkirim” jelas Habbu.
Membeli gawai dengan tipe baru, berarti harus mempelajari teknologi baru. Namun berkat cucunya, Habbu khatam cara berkomunikasi lewat media sosial. Tidak hanya itu, memutar youtube ia juga paham betul, “Saat ini saya memiliki Facebook dan juga Watssapp. Saya juga suka mendengar ceramah Abdul Somat di handphone sebelum berangkat ke kebun,” bebernya.
Semakin canggihnya teknologi juga semakin mempermudah Habbu mengobrol panjang dengan anak dan cucunya, bahkan juga bisa mengobrol sambil bertatap muka.
“Cucu saya memasang MyIM3 di HP (gawai), disitu saya bisa melihat sisa pulsa dan paket data yang murah dan terjangkau di kantong saya. Saya paling senang menggunakan paket sebulan 40 gb (unlimited) hanya dengan harga Rp50 ribu. Saya sudah menggunakan paket ini cukup lama, mungkin satu bulan,” ujar Habbu
“Fitur video call di whats up juga sangat saya gemari, hampir setiap malam saya menghubungi cucu untuk mengetahui kabar mereka yang berada jauh di kota Makassar, ” tambahnya.
Pasca merger Indosat Ooredoo menjadi Indosat Ooredoo Hutchinson (IOH), lebih mudah lagi Habbu bertelekomunikasi. Tentu karena harga paket data yang lebih murah dan jangkauan jaringan yang semakin di perluas.
Menurut SVP Head of Region, Prio Sasongko Kalisumapa, saat ini pihaknya memang fokus menambah BTS di daerah pedesaan bahkan di daerah pinggiran. Hal tersebut merupakan bentuk dedikasi Indosat Ooredoo kepada para costumer.
“Pengguna Indosat Ooredoo di daerah sangat bagus. Indosat Ooredoo memiliki peluang bagus,” ucap Prio (16/11) lalu.
Prio juga berharap, akses telekomunikasi di daerah pedesaan bisa berjalan baik dan lancar seperti di perkotaan.
“Untuk mensuport pelanggan di daerah, di tahun 2023 kami memiki program lebih banyak ke pengembangan desa pinggiran dan diharapkan jumlah pelanggan Indosat Ooredoo pun busa jauh lebih besar di 2023” harapnya.
Kehadiran IOH bukan hanya mendekatkan jarak yang jauh dengan orang terdekat seperti keluarga, sanak saudara, dan teman teman, tetapi juga membantu mendampingi orang orang dari masa ke masa. Sebab siapa saja bisa menjadi tua, tetapi setiap orang berhak memiliki pengetahuan dan jiwa yang muda. (*)