MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Pemberhentian Abdul Hayat Gani sebagai Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulsel berbuntut panjang. Keputusan tersebut tak diterima lantaran dianggap maladministrasi.
Abdul Hayat diberhentikan dari jabatan sebagai Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulsel secara resmi pada tanggal 30 November 2022. Surat keputusan pemberhentian Sekprov Sulsel itu diteken langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo.
Keputusan itu tidak diterima. Penasehat hukum Abdul Hayat Gani, Yusuf Gunco mengatakan, keputusan SK Pemberhentian ini dianggap menyalahi aturan. Ia bersama tim hukum akan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Insya Allah kita masukkan gugatan pekan ini,” ujar Yusuf Gunco, Rabu (14/12/2022).
Yugo–akronim namanya, menyampaikan, ada tiga orang yang akan digugat. Salah satunya, Presiden Joko Widodo. Kemudian, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan Tim Lima yang merupakan tim evaluasi Kemendagri yang dinilai cacat prosedural administrasi.
Yugo menyebut alasan gugatan tersebut dilayangkan kepada Presiden RI Joko Widodo karena dinilai berdiri sendiri, tanpa dilengkapi dengan surat keputusan yang berisi hal-hal yang menjadi pertimbangan pembuatan surat keputusan.
“Surat penetapan berjalan sendiri, atau satu lembar. Seharusnya surat ini dilengkapi dengan konsideran saat surat ini keluar,” tegasnya.
“Tetapi surat pak sekda berlari dengan sendirinya. Tidak ada unsur menimbang dan mengingatkan, sehingga apa dasarnya ini terbit,” tambahnya.
Sehingga, menurutnya, Presiden RI Joko Widodo melanggar peraturan administrasi kenegaraan. “Presiden mengeluarkan surat petikan ini. Tanpa konsideran. Itu peraturan administrasi kenegaraan yang dia langgar,” jelasnya.
Adapun gugatan kepada Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, kata Yusuf Gunco, karena surat petikan pemberhentian Abdul Hayat sebagai Sekda Provinsi Sulsel baru diberikan kepada kliennya pada tanggal 13 Desember 2022.
Di mana, surat petikan tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko widodo pada 30 November yang harusnya diberikan pada saat itu juga, sesuai dengan tanggal yang tertera pada surat tersebut.
“Surat ini diterima oleh Abdul Hayat kemarin sore tanggal 13 Desember diserahkan langsung oleh Gubernur ke Abdul Hayat. Yang sebenarnya menurut aturan, surat ini harus berada di tangan Abdul Hayat pada tanggal 30 November sesuai penetapan,” jelasnya.
“Tapi kenapa baru diberikan kemarin 13 Desember, berarti ada kesalahan. Sedangkan penetapan tanggal 30 November sudah tidak berhak lagi jadi sekda,” sambungnya.
Sementara, gugatan untuk Tim Lima dari Kementerian Dalam Negeri. Yusuf Gunco menuturkan hasil evaluasi penilaian yang dilakukan tidak transparan. Karena, Tim Lima telah menampakkan sebuah surat keterangan yang tidak benar terhadap sebuah surat yang mana surat tersebut mengakibatkan kliennya mendapatkan kerugian.
“Dasar sebuah surat dari tim lima karena Pemprov membuat tim untuk menelaah kinerja seorang sekda ini bisa berbentuk pidana,” tuturnya.
Maka dari itu, Yusuf Gunco selaku kuasa hukum dari Abdul Hayat akan menindaklanjuti hal tersebut melalui jalur hukum. “Ini yang akan kami tindak lanjuti pidananya. Yang mana suratnya tidak langsung ke kemendagri tapi ke gubernur,” ujarnya.
Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman mengatakan, jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulsel kini telah diisi oleh Pelaksana Harian (Plh) Andi Aslam Patonangi. “Plh kita kan sudah ada, pak Aslam,” ujarnya, saat ditemui di Hotel Claro Makassar, Rabu (14/12).
Ia menyebut pemberhentian Sekda Provinsi Sulsel berdasarkan hasil evaluasi dari pemerintah pusat. Di mana, menurutnya pemberhentian tersebut adalah hal yang biasa, dan seluruh pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) tentunya di evaluasi.
“Ini kan begini, kita kan proses-proses ini kan biasalah. Hal-hal yang biasa seperti ini, eselon II juga semuanya saya evaluasi,” ucapnya.
Hanya saja, kata Andi Sudirman, untuk evaluasi untuk ASN eselon I dilakukan oleh pemerintah pusat. Sehingga, kewenangan dari Pemprov Sulsel hanya mengevaluasi eleson II.
“Eselon II juga saya evaluasi, kebetulan kemarin kalau eselon I yah dari pusat, maksud saya dari pusat yang menilai kan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Andi Sudirman menjelaskan dalam penilaian evaluasi oleh Pemerintah Pusat tentunya ada standar-standar baku.
“Istilahnya ada Kemendagri, Kemenpan dan Pemprov. Tentu ada parameter-parameter yang dibuat standar dari Kementerian yang menjadi standar baku dalam penilaian,” terangnya.
Sehingga, kata Andi Sudirman, rekomendasi dari pemerintah pusat tersebut, dari Pemprov sulsel hanya mengantarkan penilaian tersebut dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel untuk proses keputusan presiden.
Terpisah, pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Dr Aminuddin Ilmar menilai apa yang dilakukan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman selaku atasan sudah sesuai kewenangannya memberhentikan atau mempertahankan jabatan diemban bawahannya.
Meski demikian, guru besar fakultas hukum Unhas itu menilai jika Abdul Hayat Gani merasa keberatan alias dirugikan maka melakukan langkah hukum jika dianggap perlu.
“Kalau dari sisi kewenangan sah-sah saja dilakukan pak Gubernur. Jadi setiap keputusan pemerintahan dikeluarkan pejabat kita katakan sah. Hanya saja, akibatnya bagi yang merasa dirugikan bisa menggugat. Tapi harus lihat konsekuensi,” katanya.
Prof Ilmar mengatakan, dari sisi kewenangan, Andi Sudirman selaku Gubernur menjalankan tugas sesuai penilaian kinerja dari tim khusus terhadap Sekprov.
Prof Ilmar menuturkan, pengusulan penggantian pejabat Sekprov oleh Gubernur Sulsel ke pemerintah pusat dinilai sudah tepat.
“Selaku kepala daerah pejabat pembina kepegawaian, Pak Gub punya hak untuk melakukan proses pengusulan pengangkatan pemberhentian seluruh aparatur sipil negara yang ada di bawahnya termasuk mutasi. Tentu Gubernur memiliki kewenangan penuh sebagai user atau pengguna yakni Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di Pemprov Sulsel,” pungkas Prof Ilmar.
Sedangkan, pengamat pemerintahan Fisipol Unhas, Prof Dr Armin Arsyad berpandangan, pemberhentian jabatan Sekprov Sulsel dinilai sebagai sebuah hal biasa.
“Penggantian, pemberhentian dan atau mutasi bahkan nonjob itu biasa saja dalam dunia birokrasi,” katanya.
Menurutnya, dalam dunia birokrasi dibutuhkan sebuah dinamika. Dan proses penggantian itu adalah sebuah dinamika biasa. Jika ada pejabat sekelas Sekda diganti atau diberhentikan tentu itu sudah pasti melalui proses.
“Dan saya yakin itu pemberhentian itulah hasil akhir dari sebuah proses sesuai aturan yang berlaku,” jelas Prof Armin. (*)