JAKARTA, BACAPESAN.FAJAR.CO.ID- Pengamat ekonomi senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), Prof.Dr. Didin S. Damanhuri, berpendapat bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perlu diperkuat dengan kewenangan penegakan hukumnya.
Menurut Guru Besar bidang Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, hal tersebut perlu dilakukan agar KPPU mampu setara dengan penegakan hukum lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Argumen tersebut mengemuka dalam rekomendasi yang disampaikan Prof Didin dalam Diskusi Publik tentang Catatan Awal Ekonomi Tahun 2023 oleh INDEF pada tanggal 5 Januari 2023 lalu sebagai salah satu solusi bagi Indonesia agar terhindar middle-income trap.
Prof Didin merekomendasikan agar pemerintah berani melakukan berbagai reformasi, khususnya di bidang ekonomi untuk mengatasi permasalahan ekonomi Indonesia yang disebabkan oleh konsentrasi ekonomi pada beberapa pelaku usaha besar.
Menurut data yang disampaikan, nilai Material Power Index Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain, karena aset nasional dikuasai oleh 40 orang terkaya nasional.
“Penguatan KPPU dengan kewenangan penegakan hukum seperti penyadapan perlu dilakukan agar dapat segera mengumpulkan dua alat bukti, sehingga proses penanganan perkara bisa berlangsung lebih cepat. Selain itu juga ditegaskan bahwa dalam penyehatan mekanisme pasar, peran KPPU menjadi sangat sentral, seperti yang berhasil diterapkan Amerika Serikat guna mengatasi persoalan yang sama,” terang Prof Didin.
“Selain itu, juga diperlukan perkuatan proses peradilan, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan hilirisasi bisnis berbasis sumber daya alam atau komoditas,” sambungnya.
Sejalan dengan pandangan tersebut, KPPU menilai penguatan kewenangan penegakan hukum juga didukung oleh informasi dari Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business (yang penyusunannya difasilitasi Sekretariat ASEAN).
Dari informasi tersebut, komparatif menunjukkan Indonesia, khususnya KPPU, sebagai satu-satunya otoritas persaingan usaha dari sepuluh negara ASEAN yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan dan/atau sita dokumen dalam proses pengumpulan bukti atas pelanggaran hukum persaingan usahanya. (*)