TAKALAR, BACAPESAN.COM – Tahapan pelaksanaan Musyawarah Olahraga Kabupaten (Musorkab) Komite Olahraga Nasional Indonesia (Koni) Takalar menuai protes keras.
Tanggapan itu datang dari para pengurus Cabang Olahraga (Cabor) anggota Koni Takalar.
Mereka menyoroti kinerja pengurus dan panitia yang dianggap mengabaikan nilai sportifitas dalam mengurusi organisasi Olahraga.
Sebab, umumnya mereka menyoroti soal mekanisme pencalonan dan pelaksanaan musorkab yang terkesan dilaksanakan tidak transparan.
Berdasarkan pedoman penjaringan dan tata cara pencalonan yang dibagikan panitia, ada beberapa poin yang mereka nilai sangat sarat kepentingan.
“Ini preseden buruk dalam pembinaan olahraga kita di Takalar. Ada kesan ambisius dari oknum pengurus yang ingin mengangkangi Koni,” kata Alfian Pasolangi, Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia, salah satu Cabor yang diakui Koni, Minggu (26/02/2023).
Bayangkan, lanjut Alfian, untuk menjadi Ketua Koni Takalar harus mengantongi minimal tujuh dukungan cabang olahraga.
“Ini disinyalir untuk menutup peluang bagi para calon. Kami duga ada oknum pengurus Koni yang mengkondisikan calon atau mengatur lawan. Menyedihkan ini.”tambahnya.
Senada, pengurus cabor Muaythai, Rifai Jayandi menyoroti syarat ketua yang tidak dibolehkan dari unsur partai politik.
“Ini regulasi dari mana. Saya bolak balik baca AD ART Koni, tidak ada larangan bagi anggota partai politik untukjadi ketua. Ketua sebelumnya juga anggota parpol. Di Indonesia ini, 90% ketua Koni di daerah merupakan politisi dan semuanya baik-baik saja. Justru olahraga makin maju.”tegasnya.
Sehingga, mereka berharap agar Koni Sulsel tegas dan mengambil alih pelaksanaan musorkab Takalar.
“Tak ada jalan lain, Koni Sulsel harus mengambil alih pelaksanaan Musorkab. Kami catat, tanggal 28 Februari 2023 ini, kepengurusan Koni Takalar berakhir. Kalau tidak tegas, maka oknum pengurus akan seenaknya bermain.”kata Alfian. (*)