OPINI : Ihram itu Menjaga Komitmen

  • Bagikan
H Kaswad Sartono

Oleh
H. Kaswad Sartono
Kabiro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama UIN Alauddin
Mantan Kabid Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Sulsel
Ketua Tanfidziyah NU Kota Makassar

Dalam manasik haji, kita diajarkan bahwa rukun haji meliputi ihram, wukuf, thawaf ifadah, sai, dan tahallul, serta tertib dalam pandangan madzhab Syafiiyah.

Tulisan kali ini, saya sengaja menulis mengenai ihram dan pentingnya menjaga komitmen. Karena untuk menghadirkan kesuksesan sejati dalam kehidupan ini harus selalu dibarengi dua hal yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Ini juga makna yang terkandung dalam ihram.

Kata Ihram berasal dari kata ahrama – yahrumu – ihraman yang berarti mengharamkan. Dalam kontek haji dan umrah, ihrām berarti “masuk dalam perbuatan dan hal-hal yang diharamkan (al-dukhul fi al-hurmah). Sedangkan menurut istilah niyyah al-dukhul fi alhajj wa al-umrah yakni niat masuk (mengerjakan) ibadah haji atau umrah dengan mengharamkan hal-hal yang dilarang selama berihrām. Jadi, hakikat ihram adalah menyucikan hati dan membulatkan tekad untuk melaksanakan haji atau umrah dengan meninggalkan berbagai hal yang dilarang bagi muhrim semata-mata karena Allah swt.

Niat berhaji atau umrah, sesungguhnya adalah perbuatan haji dan sunnah dilafalkan, dengan kalimat: labbaika allahumma hajjan (ya Allah, saya penuhi panggilan-Mu melaksanakan ibadah haji) atau labbaika allahumma umratan (ya Allah, saya penuhi panggilan-Mu melaksanakan ibadah umrah).

Orang yang sedang ihram disyaratkan menutup anggota badan dengan berpakaian ihram. Bagi laki-laki memakai dua helai kain ihram tak berjahit. Satu kain disarungkan dan satu kain lainnya diselendangkan di kedua bahu dengan menutup aurat. Sedangkan bagi wanita, memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan.
Selama dalam keadaan ihram, seorang jemaah haji wajib menjaga dirinya agar tidak melanggar satu pun larangan ihram sesuai ketentuan dalam rangka memperoleh keabsahan dan kemabruran haji/umrah.

Ketika sudah berniat Ihram, jemaah haji kemudian berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku mengharamkan diriku dari segala yang Engkau haramkan kepada orang yang berihram, karena itu rahmatilah aku wahai Allah Yang Maha Pemberi Rahmat.”

Para Pembaca, ketika Jemaah haji sedang berihram, sesungguhnya yang lebih ditekankan bukanlah melakukan sesuatu, namun yang lebih ditekankan meninggalkan hal-hal dilarang (sesuai namanya, ihram yang berarti “diharamkan”) misalnya dilarang memakai pakaian berjahit bagi lak-laki. dilarang menutup wajah bagi perempuan, dilarang memakai wangi-wangian, dilarang hubungan seks (al-farats), dilarang maksiat (al-fusuq), dilarang pula berbantah-bantahan (al-jidal).
Makna dan hakikat Ihram itu adalah ketaatan untuk meninggalkan larangan. Ihram menjaga komitmen untuk menghadirkan kebaikan, kemaslahatan, persatuan dan persaudaraan sekaligus tidak melanggar aturan, norma dan regulasi. Ihram itu menjaga kehormatan dan kemuliaan. Ihram itu hidup sederhana dan tidak hedonis. Ihram itu bertalbiyah dan tidak gaduh. Terpenting, ihram itu keislaman dan kebangsaan.

Dalam konteks birokrasi, bagi pejabat publik (baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif) para pemegang kebijakan: ketaatan regulasi, menjaga komitmen, menjaga kehormatan sesuai sumpah jabatan dalam prakteknya itu tidak mudah, butuh komitmen tinggi dan banyak berdoa karena banyak godaan, banyak “syaitan” bergentayangan di sekitarnya. Oleh karena itu, betapa banyak di antara mereka yang terjebak dalam “permainan syaitan”: ada yang korupsi, ada tindak pidana pencucian uang, ada pembunuhan bawahan sendiri, ada penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain.
Dengan menghayati makna ihram ini, saya ingat bait-bait Rhoma Irama dalam lagu “Haram” yang melegenda yaitu Kenapa semua yang asyik-asyik itu diharamkan. Kenapa semua yang enak-enak itu dilarang. Karena itu perangkap syaitan. Umpannya ialah bermacam-macam kesenangan.
Hari ini pas tanggal 1 Juni 2023 Hari Lahir Pancasila, kita juga diingatkan pikiran dan komitmen pendiri bangsa Bung Karno dkk melalui lima sila dalam Pancasila yang berisi nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia untuk menghadirkan negara yang berdaulat, mandiri, berkepribadian, dan gotong royong.

Semoga spirit Ihram dan spirit Pancasila menjadikan pembelajaran yang baik untuk mencapai kebaikan dunia, kebaikan akhirat, serta terhindar musibah dan penyesalan hidup.
“Ya Allah jauhkanlah hamba-hamba-Mu yang sedang mengabdi kepada bangsa dan negara ini dari perilaku-perilaku yang bisa menjadi penyesalan di kemudian hari,” Amin.

Makassar, 1 Juni 2023
DR. H. Kaswad Sartono, M.Ag

  • Bagikan