MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Pengawalan Depo Pertamina Makassar akan memasuki babak baru. Pasalnya, Depo yang berada di Jalan Sabutung Kelurahan Tamalabba, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar, tersebut telah disuarakan oleh sejumlah massa aksi dan mahasiswa di kantor DPRD Sulsel.
Apalagi, saat itu Pj Gubernur Sulsel Bahtiar juga sedang berada di kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumuharjo Makassar pada Rabu 6 September 2023.
Menanggapi massa aksi yang menuntut relokasi atau pemindahan Depo Pertamina, DPRD Sulsel telah mengeluarkan surat undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Jumat 8 September 2023 untuk membahas relokasi Depo Pertamina. Dalam undangan, Gubernur Sulsel, Kadis ESDM Sulsel, dan GM PT Pertamina MOR VII Makassar akan dihadirkan dalam RDP tersebut.
Pada Rabu (6/9/2023) kemarin, puluhan mahasiswa yang tergabung pada Aliansi IMM Kota Makassar dan HMI MPO Kota Makassar menggelar aksi demonstrasi di depan DPRD Prov. Sulawesi Selatan.
Mereka menuntut DPRD untuk merelokasi Depo karena lokasinya dianggap berbahaya untuk warga. “Tapi pada nyatanya, pada hari ini, kita melihat Depo Pertamina (Makassar) itu hanya berjarak 19 meter saja dari permukiman warga, kalau kita survei ke sana, bau gas, bau BBMnya kemudian sangat menyengat (sampai) kepada masyarakat itu sendiri,” tegas Jendlap.
Aliansi IMM Kota Makassar dan HMI MPO Kota Makassar, mereka menuntut dua hal. Yakni, Evaluasi Pertamina Makassar sesuai instruksi dari Presiden Joko Widodo dan Pindahkan Depo Pertamina Makassar.
Terpisah, Syaharuddin Alrif selaku Wakil Ketua I DPRD Sulsel baru keluar menemui massa aksi setelah demonstrasi berlangsung kurang lebih selama satu jam. Syaharuddin, yang juga Sekretaris DPW Nasdem Sulsel, menerima bahwa lokasi Depo Pertamina adalah sebuah masalah.
“Hanya berjarak kurang lebih 19 meter dari bangunan rumah warga, maka tentu ini menjadi sebuah permasalahan,” tutur Syaharuddin.
Tuntutan untuk merelokasi Depo juga diterima oleh Syaharuddin dan akan dibahas lebih lanjut dalam forum RDP yang akan digelar pada Jumat (8/9/2023) besok.
“Untuk itu, (saya) meminta kepada staf persiapkan RDP (untuk) besok lusa (Jumat, 8 September 2023),” terang Syaharuddin kepada massa aksi.
Untuk mempertegas pembahasan soal relokasi Depo, Syaharuddin akan memanggil beberapa stakeholder terkait, termasuk Pertamina Makassar.
“Nanti akan diundang satu, Pertamina. Ke dua, yang mengurusi project di sana. Yang ke tiga dari Gubernur Sulawesi Selatan, nanti akan diwakili oleh ESDM Provinsi Sulawesi Selatan,” jelasnya.
Hasil Kajian Public Policy Network
Sebelumnya, lokasi Depo Pertamina Makassar juga disoroti oleh Polinet (Public Policy Network). Polinet juga telah mengekspose hasil riset tentang dugaan ancaman bahaya lokasi Depo Pertamina.
Rizal Pauzi selaku Direktur Polinet mengaku telah menyerahkan laporan hasil riset dalam bentuk Policy Brief ke beberapa pihak yang terkait dengan PT Pertamina (Persero) pada Selasa, 18 Juli 2023 lalu.
“Jadi, kemarin rekan-rekan di Jakarta sudah menyerahkan surat dan policy brief dari kami kepada pihak-pihak terkait,” pungkas Rizal pada Rabu, 19 Juli 2023.
Beberapa instansi yang dimaksud adalah Kementerian ESDM (Energi & Sumber Daya Mineral), Dirjen (Direktorat Jenderal) Migas (Minyak dan Gas) ESDM, Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Ombudsman RI, Dirut (Direktur Utama) PT. Pertamina Persero dan Dirut Pertamina Patra Niaga.
Policy brief juga diserahkan kepada Komisi VII DPR RI, Pemerintah Kota Makassar, Pemerintah Provinsi Sulsel dan DPRD Kota Makassar serta DPRD Sulsel sebagai bahan bagi pihak-pihak terkait.
Policy brief disusun oleh Polinet menggunakan pendekatan ESG (Environmental, Social, and Governance). Dalam riset tersebut, Polinet juga mengaku bahwa lokasi Depo Pertamina Makassar tidak memenuhi standar keselamatan umum dan beresiko mengorbankan warga sekitar.
Salah satu hasil analisis mengatakan tentang perspektif publik terkait dampak lingkungan Depo Pertamina Makassar. 69,23 persen menyatakan bahwa keberadaan depo Pertamina mencemari udara, sementara hanya 30,77 persen yang menganggap tidak mencemari udara.
“Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas stakeholder menggap adanya pencemaran udara. Belum lagi jika ditinjau dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM),” lanjut Rizal.
Polinet menawarkan dua opsi alternatif kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pertamina dan Kementerian BUMN. Pertama, pemindahan Depo Pertamina Makassar yang dilakukan dengan menghadirkan tempat dan teknologi baru yang menjamin pengelolaan berkualitas serta memenuhi standar risiko perusahaan internasional.
Kedua, relokasi masyarakat sekitar Depo Pertamina khususnya yang berjarak di bawah standar minimum yakni 60 meter sesuai standar API dan maksimum 122 meter sesuai standar NFPA.
“Namun, direkomendasikan untuk menggunakan standar maksimum agar menghindari resiko besar bagi masyarakat,” jelas Rizal. (*)