MAKASSAR, BACAPESAN.COM – 29 tahun Bahtiar Adnan Kusuma mengabdikan diri di dunia literasi, tak salah jika dirinya memperoleh Penghargaan Tertinggi Perpustakaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka di tahun 2021.
Konsentrasi pria yang akrab disapa Bahtiar ini dunia literasi tak main main. Selain giat menyuarakan baca tulis, termasuk di pelosok daerah.
“29 tahun Saya bergerak di bidang literasi membaca dan menulis dan saya konsisten tidak kemana-mana. Saya berusaha menginspirasi banyak orang, mengerakkan dan melakukan edukasi literasi sehingga pemerintah memberikan apresiasi dalam tahap itu,” ungkapnya saat hadir di podcast Harian Rakyat Sulsel, Selasa (31/10/2023).
Bahtiar mengungkapkan, literasi dalam perspektifnya merupakan sebuah kebutuhan pokok. “Bahwa ketika manusia hus maka akan mencari air minum, jika lapar mencari makanan dan ketika kita dalam keadaan haus dan lapar maka kita membutuhkan bacaan disitulah pentingnya literasi. Maka paradigma yang harus dibangun adalah literasi kebutuhan pokok,” ungkapnya.
Menurutnya literasi haruslah diposisikan sebagai kebutuhan yang sangat fundamental.
Lebih jauh dia mengungkapkan, melihat Makassar disebut sebagai kota dunia maka harus berbarengan dengan perkembangan literasi. “Kita harus lihat apakah membaca dan literasi sudah menjadi Lifestyle atau lihat perpustakaan apakah sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Jika literasi masih di kesampingkan maka jangan harap bangsa ini menjadi bangsa yang besar,” tukasnya.
Bahtiar mengungkapkan, Indonesia perlu berkaca pada Jepang pada masa lalu. “Jepang misalnya bisa mengalahkan Uni Soviet dengan menggunakan sedikit alat perang namun memiliki kemampuan membaca dan menulis. Bangsa yang besar adalah bangsa yang peduli dengan literasi,” pungkasnya.
lebih jauh dirinya membeberkan literasi di Sulsel yang masih perlu ditingkatkan.
“Sulsel berdasarkan kajian berada di posisi ketiga tertinggi di Indonesia dalam hal literasi. Dan kota Makassar urutan kedua setelah Parepare disusul diurutan ke ketiga Tanah Toraja. Yang terendah adalah Kabupaten Gowa, Pinrang dan Luwu Timur dalam persfektif kajian indeks literasi,” ungkapnya.
Sehingga yang paling dibutuhkan saat meningkatan literasi adalah keterlibatan pemerintah. Dibutuhkan gerakan bersinergi sehingga lewat kolaborasi literasi dapat memajukan ekosistem masyarakat yakni satuan keluarga kemudian satuan pendidikan dan terakhir satuan masyarakat.
Menurutnya tiga pilar ekosistem ini sangat fundamental sekali dan harus diterapkan bersama. “Saya berharap meski berasa di urutan terbawah literasi dapat menjadi satu proses dan harus bergandengan tangan untuk meningkatkan literasi,” harapnya.
“Penyebab literasi kurang harus diterapkan satuan keluarga karena jika tidak digerakkan, maka tidak akan berfungsi dengan baik sehingga harus ada gerakan dari ibu-ibu untuk literasi yang dapat terbangun kebudayaan dan kebiasaan membaca yang akan menularkan ke anak-anaknya,” tambahnya.
Setelah keluarga masuk satuan pendidikan di mana kita membutuhkan guru-guru yang pandai mengembangkan materi pembelajaran.
“Karena pekerjaan guru bukan pekerjaan tukang, itu itu saja tidak ada pengembangan sehingga kita membutuhkan guru yang harus banyak bacaan milik literasi sehingga dapat melakukan pengembangan. Maka jika gurunya cerdas murid-murid yang dihasilkan juga akan cerdas,” Ungkapnya.
Selanjutnya pada satuan masyarakat kita berharap ekosistem pendidikan bisa mengalbil peran.
lebih jauh ia mengungkapkan tekag menggagas program-program yang bekerjasama dengan pemerintah pada Tahun 2022 melakukan deklarasi nasional gerakan guru pustakawan menulis satu butuh.
“Guru adalah orang yang paling tahu kebutuhan buku setiap tahunnya di Kabupaten Maros kami melakukan gerakan guru menulis 50 buku 17 Mei 2002,” katanya.
Bahtiar mengungkapkan rencana ke depan terkait literasi adalah mendukung gerakan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang digulirkan di deputi pengembangan sumber daya perpustakaan
“Bahwa kita harus menggulirkan literasi mulai dari kehidupan keluarga di mana sejak sebelum lahir anak harus di-back up dengan pemahaman literasi saat dikandung masalahnya maka mereka akan melek literasi gerakan ini akan dikeluarkan di seluruh Sulawesi,” Sebutnya.
“Kedua kita tetap melakukan kampanye setiap guru bergerak terus menerus. satu guru minimal satu buku dari SD SMP SMA kemudian SMK maupun kalangan dosen ini penting karena menurut perspektif saya tidak energi jika kita hanya mendorong membaca tetapi tidak mendorong menulis yang menyebabkan proses literasi kita tidak bergerak karena kita hanya mendorong bagaimana orang membaca buku tetapi tidak mendorong bagaimana mereka menghasilkan buku,” tambahnya.
Secara kelembagaan kami terus mendukung untuk mendidik ekosistem menulis makanya kami bekerja sama dengan DPRD Sulsel Walikota Bupati dan dari pikiran kami gerakan literasi bisa berjalan baik jika ada energi dan kolaborasi
Lebih jauh menurutnya yang harus di rubah adalah paradigma membaca yakni membiasakan membaca minimal 1 hari 20 menit atau 15 menit i
“selain itu harus ada ruang membaca buku-buku dan perpustakaan mini dan di setiap lorong harus yang diwadahi masyarakat dan harus ada keterlibatan berbagai baik tenaga Akademik, dosen guru-guru harus berkomunikasi menghadirkan ruang baca di tengah masyarakat dan pendidikan dari 6 hari harus membuat satu hari khusus membaca dan menulis baik di perpustakaan sekolah ini belum ada si mana mana,”jelasnya
“Terakhir jadikan membaca kebutuhan pokok karena selama tidak jadi yang selalu memandang rendah,” tutupnya. (*)