Sementara empat orang lainnya yakni Andi Ahyar (AA), merupakan Ketua Satgas B dari Kantor BPN Wajo, kemudian Nundu (ND), Nursidin (NR) dan Ansar (AN) sebagai Anggota Satgas B yang merupakan perwakilan masyarakat.
Soetarmi mengatakan, penetapan keenam orang tersangka dilakukan pihaknya setelah proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi kurang lebih 157 orang, termasuk telah ditemukan dua alat bukti yang cukup atas keterlibatan keenam orang itu.
“Kami menaikkan status enam orang saksi menjadi tersangka yakni AA, ND, NR, AN, AJ dan JK. Mereka ditetapkan tersangka setelah mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP,” kata Soetarmi sebelumnya.
Para tersangka itupun langsung dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Kelas IA Makassar sambil menunggu proses hukum selanjutnya. Penahanan dilakukan karena dikhawatirkan para tersangka akan menghilangkan barang bukti yang ada.
Untuk pasal yang disangkakan terhadap keenam tersangka yakni Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor: 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Serta Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor: 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Pada kasus ini Soetarmi juga membeberkan kronologi dugaan korupsi mafia tanah yang dilakukan enam orang tersangka itu. Dimana, pada tahun 2015 Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang melaksanakan pembangunan fisik Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.
“Lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo diantaranya terdapat lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Laparepa dan Lapantungo yang terletak di Desa Paselloreng dan Kabupaten Wajo yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai Kawasan Hutan HPT,” sebutnya.
Selanjutnya, kata dia, dilakukan proses perubahan Kawasan hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan, salah satunya untuk kepentingan Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo.