MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 1 November 2023 mengalami perubahan dari OJK Regional 6 Sulampua menjadi Kantor OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat,
Meski demikian, perubahan nama menjadi Kantor OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat tidak mengubah tupoksi OJK sebagai Otoritas yang mengawasi keuangan di Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar).
Hal tersebut diungkapkan Deputi Direktur Kantor OJK SulSelBar, Bondan Kusuma dalam podcast Harian Rakyat Sulsel, Rabu (8/11).
Menurut Bondan, kiprah OJK SulSelBar yang saat ini telah genap 12 tahun telah memperoleh berbagai pencapaian.
“Perkembangan OJK di Sulsel sesuai data sampai 2023 berusia 12 tahun mengerti disusul dan Sulbar selama 12 tahun ini telah mendapatkan beberapa pencapaian. Salah satunya melakukan pengawasan jasa keuangan yang saat ini terbilang sehat dan perlindungan konsumen yang memadai kegiatan keuangannya. Berdasarkan hal tersebut, maka ini dianggap berhasil,” ungkapnya
Lebih jauh, pada Agustus 2013 perbankan di SulSel mengalami pertumbuhan positif dimana pertumbuhan aset diangka 10,13 persen. Untuk dana pihak ketiga diangka 6,99 persen dan juga kredit yang ditawarkan oleh perbankan naik 12,18 persen. Selain itu, tingkat rasio kredit yang tercermin pada NPL berada diangkat 2,91 persen jadi masih masih dibawah target yakni 5 persen.
“Artinya apa, Alhamdulillah peran kami di Sulawesi Selatan Ini bagaimana kita mengawasi tiga sektor yakni perbankan, industri keuangan non bank dan pasar modal tetap terjaga,” pungkasnya.
Terkait dengan pasar modal, Bondan mengungkapkan saat ini rekening investasi mencapai ini mencapai 383.621 rekening atau tumbuh sebesar 42,21 persen khusus untuk rekening di produk saham Reksadana dan SBN. Kemudian dari sisi transaksi saham mencapai 11,35 triliun.
“Artinya industri kasar modal. sejauh ini mengalami pertumbuhan. Hal ini berlaku di industri jasa keuangan juga perusahaan pembiayaan seperti Pegadaian misalnya, baik pemerintah maupun pegadaian swasta juga bertumbuh,” ujarnya
“Kemudian ada juga asuransi dan pensiun. Untuk asuransi semua diawasi pengawasan OJK,” tambahnya.
Lebih jauh Bondan juga mengungkapkan OJK juga fokus terhadap pengembangan UMKM. Terbukti pada masa covid 19 di tahun 2022 OJK menghadirkan program restrukturisasi kredit dan pembiayaan.
“Programnya itu kita memberikan relaksasi kepada masyarakat untuk mengambil pinjaman ke perbankan. Dan ini juga kita ada beberapa hitungan sehingga kita melihat ketika covid 19 sudah berakhir, Perbankan kita juga bertahan. Jadi programnya selesai, namun masih sesuai harapan dimana kesehatan perbankan terjaga. OJK hadir disitu,” Ungkapnya.
Selain itu, OJK memperluas kolaborasi dengan bekerja sama dengan Tim Percepatan Akses Daerah (TPAD). OJK hadir untuk mendapatkan UMKM yang membutuhkan modal dan mempertemukan dengan pembiayaan yang memiliki kelebihan dana untuk menyalurkan.
Selain lembaga keuangan, OJK juga menaungi pinjaman Online atau P2P lending untuk mendorong supaya masyarakat menemukan pembiayaan yang sesuai.
Meski demikian, Bondan mengimbau agar pelaku UMKM mencermati dengan seksama pinjaman online sebelum melakukan pinjaman. Selain itu, slik pinjaman di perbankan juga harus dilakukan pengecekan berkala sebab saat ini banyak terjadi penyalahgunaan data.
“Contohnya pinjam di pembiayaan kartu kredit, kemudian wah ini dianggap tidak tercatat. Ternyata ketika kita pinjam di perusahaan pembiayaan semua akan terdata pada sistem layanan informasi keuangan atau slik. Teman-teman sekalian, jika ingin ngecek ini bisa datang ke OJK dengan membawa KTP,” jelasnya.
Bondan juga mengimbau agar masyarakat selalu hati-hati dan selalu melakukan pengecekan slik sebelum mengambil pinjaman misalnya di perbankan
“Jadi jika ingin kemudahan bisa langsung ke OJK untuk mendapatkan pelayanan informasi keuangan, juga untuk UMKM bisa memeriksa sliknya di OJK,” tandasnya.
Lebih jauh OJK saat ini juga fokus meningkatkan literasi keuangan melalui
edukasi dan program layarku.
Menurut data terkait survei literasi dan inklusi keuangan, literasi keuangan di tahun 2019 untuk nasional 38,3 persen dan di tahun 2020 ini 49,68 persen. Khusus literasi keuangan di Sulsel mencapai 32,46 persen meningkat 4,42 persen atau sebanyak 36,8 persen. Yang kedua adalah survei inklusi keuangan untuk Sulsel sendiri di tahun 2019 mencapai 86,91 persen dan di tahun 2022 ini naik 1,66 persen menjadi 88,57 persen.
“Artinya apa, literasi keuangan dari 100 orang di SulSel baru 37 orang yang Paham bagaimana literasi keuangan ini, dan kewajibannya apa. Sedang inklusi keuangan artinya dari 100 orang di SulSel yang memakai produk keuangan sebanyak 87 orang, yang paham 37 jadi ada gep sebanyak kira-kira 30 persen di mana masyarakat menggunakan tetapi masyarakat tidak paham,” ungkapnya
“Nah ini yang banyak digunakan oleh oknum-oknum menawarkan investasi ilegal di mana sudah banyak yang menjadi korban investasi ilegal,” sambungnya. (*)