Selain Dianggap ‘Tumbal’ Putusannya Dinilai Sebagai Catatan Kelam Sejarah MK

  • Bagikan
Anwar Usman

Fungsi MKMK, kata dia, melakukan pengawasan terhadap kode etik dan perilaku Hakim MK, bukan pada substansi putusan MK.

Dalam pasal 24C ayat (1) UUD RI 1945 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan binding.

“Artinya, secara hukum tidak ada upaya lain yang dapat ditempuh terkait dengan hasil amar putusan tersebut,” ucap pria yang menjabat sebagai Rektor Untag Surabaya itu.

Dalam Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023, salah satu anggota MKMK, yakni Bintan R Saragih memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Dissenting opinion tersebut adalah menyatakan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi yang disebabkan telah terbukti melakukan pelanggaran berat.

Sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain.

Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan reputasi peradilan dan keyakinan masyarakat terhadap independensi kehakiman.

Sebagai benteng terakhir dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan, hal ini sangat dipengaruhi oleh integritas pribadi, kompetensi, dan perilaku hakim konstitusi saat menjalankan tugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara yang diajukan kepada mereka, demi mencapai keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

”Saya berharap melalui keputusan MKMK tersebut, kepercayaan masyarakat terhadap MK dapat secara bertahap pulih, terutama mengingat tugas berat yang akan diemban MK pada tahun mendatang, yakni menangani perselisihan hasil Pemilu dan Pilkada,” tuturnya. (jpnn)

  • Bagikan

Exit mobile version