MAKASSAR, BACAPESAN.COM — Angkasa Pura I diminta tidak segan-segan untuk memutus kontrak PT Wika sebagai pihak konstruksi rekanan apabila tidak mampu menyelesaikan proyek pelebaran Bandara International Sultan Hasanuddin Makassar yang sudah digarap sejak tahun 2019.
“Sebenarnya kami meminta kepada Angkasa Pura apabila tidak ada keseriusan dari pihak PT Wika untuk menyelesaikan proyek pelebaran Bandara Sultan Hasanuddin ini sebaiknya mengambil langkah tegas untuk melakukan pemutusan kontrak dengan PT Wika,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI Andi Iwan Darmawan Aras usai memimpin Kunjungan Kerja Komisi V di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (6/12/2023).
Andi Iwan menyebut masih banyak kontraktor lain yang dinilai mumpuni untuk mampu menyelesaikan proyek pelebaran Bandara Sultan Hasanuddin.
“Kami terus terang di Makassar ini, sudah merasa dianaktirikan. Dengan 10 bandara yang Angkasa Pura kelola kemarin pembangunannya, Kota Makassar ini, Provinsi Sulawesi Selatan ini satu-satunya bandara yang tidak diselesaikan sampai saat ini,” sindirnya.
Diketahui, proyek penambahan kapasitas bandara ini telah dimulai pembangunannya sejak 2019 dan ditargetkan rampung tahun 2021.
Namun hingga Desember 2023 atau sudah 4 tahun, proyek pelebaran Bandara Sultan Hasanuddin belum juga selesai. Proyek ini juga sudah melalui tiga kali addendum, dengan target terbaru penyelesaiannya adalah Desember 2024.
Iwan mengatakan, pihaknya yang membidangi infrastruktur dan perhubungan itu sudah mengingatkan pihak kontraktor sejak 2021. Namun hingga Desember 2023 saat Komisi V kembali meninjau, ternyata belum ada perkembangan signifikan.
“Oleh karena itu, kami meminta kepada Angkasa Pura untuk benar-benar mengambil langkah-langkah konkret agar supaya bandara ini betul-betul dapat terselesaikan,” tegas Legislator Dapil Sulawesi Selatan II ini.
Lebih jauh, Legislator Gerindra dari Dapil Sulsel II itu juga mempertanyakan keputusan dilakukannya addendum untuk ketiga kalinya terhadap proyek nasional ini.
Menurutnya, tidak ada alasan yang cukup jelas sehingga harus dilakukannya addendum.
“Jangan lagi ada istilah addendum. Kami tidak memahami lagi ada adendum, alasannya untuk mengadendum kontrak itu apa lagi? Kalau waktu kemarin masalah Covid, oke kami bisa mengerti. Tapi saat ini saya kira sudah tidak ada halangan lagi untuk diselesaikan secara normal dan tidak ada lagi alasan untuk diadendum kontraknya,” kuncinya. (*)