Bahkan BPJS Kesehatan juga sering melakukan pengecekan apakah pasien tersebut benar mendapatkan layanan kesehatan atau tidak.
Sebab, BPJS Kesehatan dapat mengetahui pada saat mendapatkan layanan kesehatan itu dilayani oleh siapa dan mendapatkan perawatan apa.
Sementara itu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan belanja kesehatan nasional di Indonesia cukup tinggi. Untuk BPJS Kesehatan sekitar Rp 200 triliun.
Dia menyebukan bahwa dengan nilai yang besar ini maka ada saja kemungkinan kebocoran atau kecurangan.
Budi pun mengajak agar ada kolaborasi yang baik antara BPJS Kesehatan dengan Kemenkes untuk menanggulangi potensi kecurangan ini.
Dia menyebut BPJS Kesehatan sudah memiliki ekosistem teknologi yang baik.
“Integrasikan ke Kemenkes dan saya juga merencanakan integrasi ke OJK,” ucapnya. Sehingga informasi dari fasilitas kesehatan untuk proses klaim ini valid.
“Kemenkes punya kewenangan untuk membina dan menghukum rumah sakit tersebut,” tutur Budi.
Dia mencontohkan jika terjadi phantom billing yang dilakukan tenaga kesehatan atau faskes, maka pemerintah dapat mengontrol.
Sebab kini untuk izin tenaga kesehatan maupun faskes melalui pemerintah. Hal seperti ini menurutnya sudah awam dilakukan di perbankan.
“Kemenkes punya regulatory power untuk bisa mengatur perizinan dari tenaga kesehatan, tenaga medis, dan faskes,” imbuhnya.
Selanjutnya, dia menyarankan agar ada analisis secara rutin. Sehingga bisa melihat potensi kebocoran ada di mana. Lalu ditemukan solusi untuk mengatasinya.
Budi menyebutkan jika banyak asuransi swasta yang masuk OJK. Ketika ditemukan adanya kecurangan, maka pelakunya bisa dipanggil.
Budi mengakui bahwa dunia kesehatan tidak memiliki standar treatment yang sama antara satu penyelenggar dengan yang lainnya.
Dia mencontohkan di faskes a operasi usus buntu Rp 500 ribu, tapi di tempat lain bisa Rp5 juta. “Industri ini memiliki informasi yang tidak simetris,” katanya. (fajar online)