MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Kenaikan pajak hiburan dikisaran 40-75 persen dengan dalih menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dinilai pelaku industri tidak masuk logika.
Aturan yang tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) ini, mengkategorikan diskotek, karaoke, klub malam, bar dan mandi uap atau spa sebagai objek hiburan tertentu atau spesial yang dikenakan pajak paling rendah 40 persen dan tertinggi 75 persen. Kebijakan ini berlaku 1 Januari 2024.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga bereaksi atas gal tersebut. Menurutnya aturan tersebut tak masuk logika bahkan tak manusiawi.
“Saya pikir kenaikan pajak hiburan 70 persen saya tidak usah berkomentar, karena ini akan di berlakukan. Ini nggak masuk logika dan nggak manusiawi,” pungkas Anggiat Kepada Harian Rakyat Sulsel Minggu (21/1/2023).
“Ketika kita menerima revenue 100 rupiah 75 masuk pemerintah, karena ada pajak servis juga. Terus sisanya 15 masuk ke kita, bagaimana ceritanya, yang bayar gaji siapa? Bayar listrik siapa? Bayar role material siapa? Nda bisa, nda mungkin. Makanya semua berteriak,” sambung Anggiat.
Lanjut dia, dalam penerapan kebijakan kenaikan pajak ini banyak pihak yang dirugikan dan tidak hanya kalangan pengusaha hiburan.
“Yang paling di rugikan adalah pengusaha, kedua masyarakat karena nantinya ini tidak akan terjangkau dan ke tiga kita semua, pariwisata akan rugi sebab hiburan itu ekosistem pariwisata itu kebutuhan. Selanjutnya yang rugi siapa lagi, pekerja pekerja profesi seperti penyanyi, band siapa yang mau konser dengan pajak segitu, siapa? Kita tidak mampu.” tegas Anggiat.