MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Usaha Hiburan Malam (AUHM), dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) memprotes kenaikan pajak hiburan sebesar 75 Persen di Kota Makassar.
Pasalnya belum lama ini, Pemkot Makassar dan DPRD Kota Makassar telah mengesahkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Penetapannya itu merupakan tindaklanjut dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam perda tersebut tertuang dalam Pasal 60 Ayat 3 disebutkan khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada bar, diskotek, karaoke, dan kelab malam besaran pajak 75%.
Sedangkan untuk hiburan karaoke eksekutif, karaoke keluarga, panti pijat, mandi uap, spa dan sejenisnya ditetapkan pajak 40%.
Namun besaran pajak yang telah ditetapkan mendapatkan protes dari pelaku usaha industri pariwisata.
PHRI Sulawesi Selatan yang diketuai Anggiat Sinaga, bersama AUHM dan GIPI dan menemui Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto memprotes kebijakan tersebut.
Didampingi Kepala Badan Pendapatan Daerah Firman Pagarra dan Sekretaris Dinas Pariwisata Irma Awalia, pertemuan tersebut berlangsung di Kantor Balai Kota Makassar, Rabu (24/1).
“Kita datang memberikan pengertian kalau dipaksakan 75% maka kita akan pasti tutup,” protes Ketua PHRI Sulsel Anggiat Sinaga usai pertemuan dengan Danny Pomanto.
Anggiat menilai penerapan pajak hiburan 75% sangat tidak masuk akal. Sehingga ia meminta pemerintah kota mengambil kebijakan mencari solusi untuk kelangsungan hidup pelaku usaha industri pariwisata.
Bahkan menurut Anggiat, dengan kondisi saat ini idealnya besaran pajak hiburan untuk para pelaku usaha industri pariwisata sebesar 10%.
“Logikanya kita terima uang 100, pemerintah ambil 75 kita cuma dapat 15. Bagaimana itu kita kelola bayar gaji, listrik kan tidak mungkin. Idealnya adalah 10%,” tuturnya.
Ia pun meminta pemerintah kota untuk merevisi kembali besaran pajak hiburan 75% yang telah ditetapkan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024.
Ia kita minta direvisi (perdanya) dan diperkuat dengan perwali,” tutup Anggiat. (*)