Dari Diskusi Proses Kreatif Menulis Buku Bachtiar Adnan Kusuma di TAKANITRA Kabupaten Barru

  • Bagikan
Bachtiar Adnan Kusuma menjadi pembicara utama di Komunitas Perpustakaan Iqra Takanitra Kabupaten Barru didampingi Foundernya Badaruddin Amir dan Pegiat Literasi Barru, Senin Tgl 15 April 2024

BACAPESAN.COM – “Kita sekarang berada pada keadaan patologi sosial — penyakit masyarakat yang enggan membaca. Ada banyak orang yang mengajak membaca, tetapi tidak menghidupkan ekosistem menulis. Padahal membaca dan menulis adalah dua mutualisme simbiosis yang harus sejalan, seperti yang dikatakan oleh James Pennebaker penemu Expressive Writing bahwa membaca itu adalah bagian terbesar dari menulis. Karena itu membaca dan menulis tidak bisa dipisahkan.”

Pernyataan kritis tersebut disampaikan oleh Penulis senior dan penggerak literasi nasional Bachtiar Adnan Kusuma yang akrab disapa BAK pada kegiatan Diskusi Literasi bertajuk “Proses Kreatif Menulis” yang ditaja dan dilaksanakan oleh Perpustakaan Komunitas Iqra (TAKANITRA) Kabupaten Barru pada Senin (15/4) kemarin.

BachtiarAdnan Kusuma yang bertindak sebagai pembicara utama dalam diskusi tersebut melihat sisi miris dari kegiatan perpustakaan, khususnya perpustakaan desa dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang sekarang sudah banyak berdiri di tengah masyarakat, namun sayangnya aktivitas mereka hanya pada penyediaan bahan bacaan dan ajakan untuk membaca tanpa disertai dengan kegiatan yang berdampak langsung pada kreativitas menulis seperti diskusi, workshop, dan pelatihan menulis. Padahal menulis itu adalah puncak dari kegiatan literasi. Menulis sangat penting untuk dipelajari karena menulis adalah sebuah proses kreatif yang melibatkan keterampilan berbahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan pesan kepada pembaca.

Pada bagian lain Bachtian Adnan Kusuma menjelaskan betapa bangsa Indonesia masih sangat kekurangan bahan bacaan (buku) yang bersumber dari penulis Indonesia sendiri. Ia menjelaskan jumlah penduduk Indonesia sekitar 269,75 juta sementara buku yang terbit di Indonesia pertahun hanya sekitar 24.000 judul, yang berarti 1 judul buku baru di Indonesia akan dibaca sekitar 55 orang, padahal UNESCO telah menetapkan standar literasi negara maju pada tahun 2045 satu orang minimal membaca 3 buah buku baru. Kondisi kita di Indonesia sekarang justru terbalik: satu judul buku baru dibaca oleh 55 orang.

Jadi bagaimana bisa Indek Pembangunan Literasi Indonesia bisa maju kalau bahan bacaannya sendiri tidak mencukupi. Ini gambaran bagaimana menulis itu masih sangat dibutuhkan di Indonesia.

Sementara jika kita melihat pemajuan literasi yang digalakkan oleh pemerintah melalui gerakan literasi nasional (GLN) hanya sampai pada gerakan peningkatan minat baca, belum merambah ke gerakan peningkatan kreativitas menulis. Untunglah di beberapa daerah kita memiliki perpustakaan dan taman-taman baca yang dikelola oleh relawan-relawan penulis sehingga mereka menjadi sponsor untuk kegiatan menulis seperti di Perpustakaan Komunitas Iqra (TAKANITRA) yang digerakkan oleh Badaruddin Amir dan kawan-kawan sebagai wadah komunitas segaligus kubangan para penulis di daerah ini.

Pada acara diskusi tersebut Bachtiar Adnan Kusuma memberikan motivasi kepada penulis-penulis muda dari komunitas Takanitra untuk terus berkarya. Ia memuji beberapa penulis Kabupaten Barru yang sudah mulai muncul di media social maupun media cetak lokal dan nasional seperti Badaruddin Amir, Jamal Passalowongi, Muh. Tariq, Muhammad Suryadi dan beberapa lainnya yang sudah memiliki buku. Ia mengatakan motivasi itu sangat penting karena menjadi penulis adalah menempuh jalan sunyi. Tapi penulis tidak boleh menyerah pada keadaan, betapa sakitpun keadaan itu. Penerima penghargaan Pin Emas tiga kali berturut-turut dari Walikota Makassar dan penerima penghargaan tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpusnas RI ini, menceritakan riwayat perjalanan kepenulisannya yang tidak begitu mulus dan penuh lika-liku. Ia mengatakan bahwa dirinya dari awal memang suka membaca buku-buku biografi sampai sangat terpengaruh dan merasa mampu untuk menulis buku-buku semacam itu. Dari kegemaran tersebut kemudian menimbulkan minat yang kuat untuk menjadi penulis buku-buku biografi. Dan dari pengalamannya bergelut dalam dunia pers kemudian membuatnya menjadi seorang yang tangguh menghadapi tantangan.

Menulis adalah membangun relasi dengan konsumen. Jadi saya memandang kegiatan menulis itu sebagai sebuah industri yang modal utamanya adalah kepercayaan. Saya harus mengatakan bahwa menulis saya jalani sesuai dengan keterampilan saya dan saya merasa berbahagia sebagai penulis dengan genre utama biografi, saya tidak berusaha berpindah ke genre lain seperti yang digeluti Pak Badar misalnya, yaitu genre sastra walaupun saya juga sebelumnya pernah menulis artikel, esai dan karya sastra di awal-awal kepenulisan saya, kata BAK.

Kegiatan “diskusi” yang dilaksanakan di Perpustakaan Komunitas Iqra (TAKANITRA) ini merupakan kegiatan rutin yang diberi nama “Pojok Literasi TAKANITRA” dan telah dilaksanakan di Perpustakaan Komunitas tersebut sebagai kegiatan yang berimplikasi langsung pada peningkatan literasi menulis. Koordinator TAKANITRA Badaruddin Amir mengatakan TAKANITRA telah bekerjasama dengan berbagai pihak seperti Balai Bahasa, Perpustakaan Daerah, dan Perguruan Tinggi dan tokoh literasi secara personal untuk melaksanakan kegiatan kreatif baik membaca maupun menulis.

(Badaruddin Amir)

  • Bagikan