Bahkan, Ihsan berharap MK bisa menelisik lebih dalam potensi politik transaksional antara Garuda dan PPP. Pasalnya, cukup janggal ketika semua gugatan PPP mengklaim bahwa suaranya diambil Garuda. Apalagi, berdasar pengalaman, ada kecenderungan partai yang sudah pasti tidak lolos ke parlemen menjual suaranya.
“Ini yang harus diperiksa MK. Jangan sampai ada proses transaksional yang dilakukan antara pemohon dan partai pihak terkait,’’ tuturnya.
Selain itu, dari pemantauan Perludem, ada sejumlah kasus yang jadi perhatian. Salah satunya kasus dicabutnya permohonan yang diduga bernuansa tekanan. Indikasinya terlihat dari tidak keluarnya rekomendasi partai untuk PHPU.
Pencabutan itu justru berbahaya. Sebab, MK jadi kehilangan objek untuk mengecek kejanggalan prosesnya. “Tentu ini sesuatu yang tidak baik untuk mendorong keadilan substantif dalam konteks PHPU legislatif,” tuturnya.
Kahfi Adlan, peneliti Perludem lainnya, memaparkan bahwa dari hasil pemantauan Perludem, dalil yang paling banyak diajukan berkaitan dengan penggelembungan dan pengurangan suara.
Jumlahnya mencapai 106 perkara. Hal itu berbeda dengan PHPU pilpres lalu yang menitikberatkan pada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Di PHPU pileg, dalil TSM hanya 10 perkara. (FAJAR)