“Jadi memang pihak sekolah harus mendesain study tour secara matang, dari aspek tujuan pelaksanaan, hingga proses pelaksanaan. Bukan sekadar rekreasi, dan yang pasti tidak memberatkan orang tua siswa. Jangan sampai study tour justru menjadi ajang pamer status sosial orang tua siswa, dengan melupakan substansi,” tegasnya.
Alih-alih melarang, Hadi mengusulkan fokus pada penguatan substansi Study Tour, dan peningkatan standar keselamatan.
Terkait aspek keselamatan, Hadi menekankan pentingnya pendekatan holistik, kolaboratif dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah ini.
Pertama, Hadi menekankan pentingnya regulasi ketat terkait kelayakan bus, terutama yang digunakan untuk perjalanan jarak jauh.
“Pengecekan rutin yang komprehensif, mulai dari kondisi rem, mesin, hingga sistem kelistrikan, harus menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan bus. Dinas perhubungan, harus melakukan pengawasan ketat, jangan terkesan cuci tangan setelah ada kejadian,” ujarnya.
Kedua, soal sertifikasi dan kompetensi pengemudi. Seleksi ketat dan pelatihan berkelanjutan bagi pengemudi bus, kata Hadi, jug perlu mendapat perhatian khusus.
“Kompetensi pengemudi tidak hanya soal kemampuan mengemudi, tapi juga aspek psikologis dan kesehatan,” jelas Hadisaputra.