Lahan Masih Berpolemik, Investor Diminta Siapkan Lokasi Alternatif PSEL Makassar

  • Bagikan
Wakil Ketua DPRD Kota Makassar Adi Rasyid Ali

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Investor atau pemenang tender Proyek Strategis Nasional (PSN) Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di Kota Makassar dinilai tak mampu menyediakan lahan bebas gangguan hukum.

Pasalnya, lokasi yang disiapkan di gudang Green Eterno, Kelurahan Bira Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar masih terus berpolemik.

Sengketa atas lokasi proyek itu, berbuntut panjang menyusul laporan ke markas Polda Sulsel atas dugaan tindak pidana penggelapan atas hak barang tidak bergerak.

Seorang pemilik lahan bernama Herman Budianto mengadu ke Polda Sulsel berdasarkan laporan Polisi nomor: LP/BI257//2024/SPKT/POLDA SULAWESI SELATAN tertanggal 25 Maret 2024.

Herman melaporkan seorang kurator berinisial DK yang diduga melakukan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak.

Menurutnya, DK sebagai kurator ditunjuk untuk menyelesaikan kredit macet milik korban yang ada di Bank BNI.

Penunjukan itu berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Niaga Makassar yang memutuskan Perusahaan PT Kijang Perdana mengalami pailit sesuai putusan Nomor 7/Pdt.Sus/Pailit/2018/PN.NIAGA.Mks.

“Pihak BNI meminta untuk menyelesaikan kredit macet dengan cara melelang 19 sertifikat milik kami. Namun kenyatannya pihak terlapor melakukan penjualan sertifikat melebihi pengajuan pihak BNI,” beber Herman.

Menurutnya, di lahan yang menjadi lokasi gudang Green Eterno tersebut terdapat 31 sertifikat. Oleh BNI hanya menetapkan sebanyak 19 sertifikat untuk dilelang.

Meski demikian, kata Herman, pihak kurator memaksakan untuk melelang sebanyak 25 sertifikat melebihi pengajuan pihak BNI.

Herman menduga, tim kurator malah sedang melakukan penjualan di bawah tangan terhadap sebanyak 31 sertifikat tersebut. Itu sebabnya, pihaknya meminta Polda Sulsel untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut.

“Atas tindakan terlapor, kami telah mengalami kerugian mencapai Rp30 miliar,” ujarnya.

Herman mengatakan, pihaknya sama sekali tidak menginginkan proyek PSEL itu tidak berjalan dengan baik. Bahkan, katanya, pihaknya sangat mendukung proyek yang telah dicanangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar itu.

“Hanya saja kami ingin semua aspek hukum mengenai lahan proyek itu, diselesaikan dulu. Apalagi, Pemerintah Kota Makassar juga menyatakan ingin agar semua urusan hukum di lokasi PSEL itu harus clear terlebih dahulu sebelum dilakukan pembangunan,” ucap Herman.

Investor Diminta Siapkan Lokasi Alternatif

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD Kota Makassar, Adi Rasyid Ali, mempertanyakan sikap Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar dimana terkesan melakukan pembiaran.

“Ini tidak boleh dibiarkan, kalau mau lokasi PSEL di Green Eterno Tamalanrea harus clear dari masalah hukum. Kita tidak ingin, proyek ini berjalan, namun di kemudian hari terhenti, hanya karena kasus hukum terkait kepemilikan lahan,” tegasnya.

Adi mengatakan, seharusnya apa yang menjadi tanggung jawab konsorsium SUS Indonesia Holding Limited, Shanghai SUS Environment Co Ltd, dan PT Grand Puri Indonesia sebagai pemenang tender semuanya harus dipenuhi sebelum dimulainya proyek ini.

Termasuk menjamin lahan yang disiapkan sebagai lokasi pembangunan PSEL tidak akan ada gugatan dari pihak manapun.

Dimana di dalam berita acara klarifikasi lahan nomor: 087/Pamil-PSEL/MKS/VIII/2023, tanggal 26 Juni 2023 yang ditandatangi seluruh pihak terkait pada poin 2 berbunyi: dokumen/bukti pembelian atas lahan 31 bidang tanah, yang menjadi satu kesatuan pada layout tapak PSEL yang diusulkan menjamin tidak akan ada gugatan dari pihak manapun.

“Pemkot Makassar di sini harus tegas. Kalau memang di lokasi yang disiapkan saat ini terus berpolemik, maka investor pemenang tender harus siapkan lokasi alternatif PSEL Makassar. Harus cari lahan yang clear tanpa ada masalah hukum, baik sekarang maupun ke depannya,” jelas anggota Fraksi Demokrat ini, Jumat (14/6/2024).

Menurutnya, pembangunan PSEL itu, tidak boleh dipaksakan, jika memang masih memiliki kendala di lapangan, termasuk masalah lahan.

“Ini (PSEL) tidak boleh dipaksakan. Kalau memang ada masalah hukum pada lahan lokasi persiapan pembangunan PSEL, kenapa harus terus dilanjutkan dan dipaksakan di lokasi itu,” tegasnya.

Adi mengatakan, sejak dini harus dilakukan kajian, termasuk masalah lahan dan dampak hukum yang dapat ditimbulkan.

“Kita harus lindungi Pak Wali (Wali Kota Makassar). Jangan sampai ujung dari proyek ini, berujung pada masalah hukum. Kita harus lindungi raykat dan Bapak Wali Kota Makassar. Saya sayang rakyat Kota Makassar dan saya sayang Bapak Wali Kota Makassar. Ini demi kebaikan bersama,” jelasnya.

“Sepahaman saya sejak awal, saya setuju dengan proyek PSEL ini, sebab sistem pengolahan sampah seperti ini juga sudah diterapkan di beberapa kota besar di Indonesia, tetapi dengan catatan tidak melanggar tata ruang nasional, tata ruang provinsi, Perda RTRW Kota Makassar dan Perwali Makassar, namun setahu saya PSEL ini melanggar semua. Contohnya, RTRW kita itu, pengolahan sampah ada di Tamangapa, Manggala,” tambahnya.

“Kita minta Pemkot Makassar atau panitia PSEL mengkaji ulang pemilihan lokasi PSEL di Tamalanrea. Jangan sampai dampak negatifnya semakin banyak ketimbang asas manfaat ke masyarakat,” sambungnya. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version