PAREPARE, BACAPESAN.COM – Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 7 Tahun 2024 kembali menjadi topik pembahasan dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar oleh gabungan komisi DPRD Kota Parepare, di ruang Banggar, Senin, 8 Juli 2024.
Dalam RDP itu, melibatkan instansi pemerintah terkait, di antaranya Bagian Hukum, Dinas Perdagangan (Disdak), Dinas PTSP dan Satpol PP.
Termasuk melibatkan pihak ritel modern dari Alfamidi, Indomaret dan Alfamart.
Ketua Komisi III DPRD Kota Parepare x Ibrahim Suanda memimpin RDP itu, didampingi Ketua Komisi I Rudi Najamuddin dan Ketua Komisi II, Yusuf Lapanna. Lalu hadir pula sejumlah anggota komisi DPRD Kota Parepare.
Dalam pembahasan, Ketua Komisi II DPRD Kota Parepare, Yusuf Lapanna, mempertanyakan dasar pertimbangan pemerintah dalam mengeluarkan Perwali Nomor 7 Tahun 2024.
Ia menyebut bahwa dalam perwali baru ini, merevisi ketentuan sebelumnya mengenai kuota pendirian ritel modern. “Apa pertimbangannya sehingga perwali ini diubah? Sebab perwali sebelumnya sangat bijak dengan adanya batasan dan titik pendirian ritel modern,” ujarnya.
Karena itu, dia menyoroti dampak negatif dari perubahan perwali itu, yang memungkinkan ritel modern dibangun di lingkungan masyarakat dapat mengancam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) disekitarnya.
Ia mencontohkan penurunan pendapatan masyarakat di Jalan Lasangga, Kecamatan Bacukiki, setelah adanya ritel modern baru.
“Sebelum adanya perubahan perwali ini, pendapatan masyarakat luar biasa. Tetapi dengan (perwali baru) dan menghadirkan ritel modern baru, pendapatan masyarakat menurun drastis,” jelasnya.
Sementara, Ketua Komisi I, Rudi Najamuddin, menyoroti pelanggaran Peraturan Daerah (Perda) oleh ritel modern, terutama terkait ketentuan tenaga kerja lokal yang seharusnya mencapai 60 persen. “Saat kami melakukan sidak, ditemukan bahwa jumlah pekerja lokal di ritel modern tidak mencapai 60 persen sesuai ketentuan Perda,” ungkapnya.
Menurutnya, jika berbicara hukum, perda memiliki hirarki yang lebih tinggi dari pada perwali. “Tidak ada cerita, perwali mengatur itu perda. Saya sempat heran, kenapa ada perwali ini, langsung tambah 53 titik. Yang tadinya sudah ada 35 titik,” tegasnya.
Rudi Najamuddin juga menekankan pentingnya kelengkapan izin operasional bagi ritel modern, agar tidak hanya masyarakat kecil yang terpaksa menutup usahanya karena tidak memiliki izin lengkap. “Komisi I akan melakukan evaluasi terhadap perwali ini karena bertentangan dengan Perda,” tambahnya.
Kepala Disdag Parepare, Andi Wisna, menjelaskan bahwa perubahan perwali ini telah melalui beberapa tahap dan berkaitan dengan program prioritas Pj Gubernur, khususnya mengenai kemudahan layanan publik dan investasi.
Dia juga menyebut bahwa perubahan ini mengacu pada Perwali Nomor 41 Tahun 2019 tentang petunjuk pelaksanaan Perda Kota Parepare Nomor 10 Tahun 2017 tentang pembinaan pasar rakyat, pusat perbelanjaan, dan toko swalayan.
“Penambahan lokasi ritel modern tetap mempertimbangkan jarak dan tenaga kerja, serta dilakukan kajian untuk memastikan dampaknya terhadap UMKM di sekitarnya,” tandasnya.(*)