JAKARTA, BACAPESAN.COM – Sebanyak 18 anggota pengibar bendera putri disebut terpaksa lepas hijab pada saat dikukuhkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Selasa (13/8/2024) lalu.
Kabar ini lantas ramai dibicarakan banyak pihak, termasuk Mahfud MD dalam salah satu postingannya di X.
Mahfud menyebut merdeka berjilbab merupakan sebuah perjuangan yang tidak mudah untuk dicapai. Zaman dahulu, pikiran tentang orang berhijab cukup sensitif.
“Merdeka berjilbab itu hasil perjuangan yg tdk mudah. Dulu orang berjilbab itu diejek sbg. anak madrenges, anak madrasah (lulusan sekolah agama di kampung) yg bodoh dan terbelakang padahal mereka cerdas-cerdas,” katanya dikutip Jumat (16/8/2024).
Masuk pada orde baru, dibawah Menteri Dikbud Daoed Joesoef, anak-anak sekolah sempat mendapat larangan untuk mengenakan hijab yang menimbulkan protes dari masyarakat.
“Di era Orde Baru, saat Daoed Joesoef menjadi Menteri Dikbud periode 1978-1983, bahkan pernah ada larangan anak-anak masuk sekolah memakai jilbab. Protes-protes bermunculan dari lapisan masyarakat,” jelasnya.
Mahfud menambahkan saat era reformasi berhijab sudah menjadi bagian dari kemerdekaan berkeyakinan.
“Barulah di era reformasi memakai jilbab menjadi bagian dari kemerdekaan berkeyakinan. Para ibu profesor di kampus, ibu pejabat atau istri pejabat banyak yg berjilbab saat berkantor,” tambahnya.
Kini, di jajaran Polri, juga diperbolehkan untuk mengenakan jilbab dan telah disahkan secara resmi.
“Bahkan di POLRI, polwan pun boleh berjilbab dlm tugas di lapangan. Bahkan pd era Kapolri Soetarman model pakaian jilbab polwan disahkan secara resmi dan kita banyak melihat polwan berjilbab di berbagai tempat,” jelasnya lagi.
Mahfud juga menyayangkan banyaknya pandangan tentang penggunaan jilbab yang dinilai ekstrimis-radikal.
“Meski masalah jilbab itu masalah biasa tetapi masih saja ada yang menganggap pemakainya sebagai ekstrimis-radikal. Sama halnya, jika ada bapak pejabat, rektor, profesor membawa sajadah dan memakai baju koko serta bersongkok lalu ada yg menuduh radikal-ektremis dan anti Pancasila dan anti NKRI,” imbuhnya.
“Padahal mereka adalah pecinta dan pembela Pancasila dan NKRI yang sedang menerapkan kesalihan atau kebaikan menurut keyakinannya tanpa melanggar konstitusi dan hukum. Banyak yang tidak bisa membedakan antara ekstremis-radikal dan orang salih yg taat beragama,” sambungnya.
Terakhir, Mahfud menambahkan bila saat ini tidak ada larangan atau kewajiban untuk mengenakan jilbab ini.
“Di Indonesia merdeka berdasar konstitusi ini, tidak boleh ada kewajiban maupun larangan terhadap orang mau berjilbab atau tidak. Jilbab tidak diwajibkan tetapi juga tak boleh dilarang seperti halnya kita tidak boleh melarang orang memakai rok, jas, atau baju batik. Merdeka,” pungkasnya. (Elva/Fajar).