Kasus Narkoba di Bone, Tuntutan JPU Dinilai Menyalahi Pedoman Kejaksaan

  • Bagikan
Penasihat hukum (pengacara) terdakwa Ikving Lewa menggelar konferensi pers di Kafe Agung Makassar pada Selasa, 10 September malam.

MAKASSAR, BACAPESAN.COM — Jelang sidang putusan kasus narkoba di Kabupaten Bone, penasihat hukum (pengacara) terdakwa Ikving Lewa, kembali menggelar konferensi pers di Kafe Agung Makassar pada Selasa, 10 September malam. Mereka tidak menerima tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dimana kliennya tersebut, dituntut 18 tahun penjara, denda Rp1,5 miliar subsider 1 tahun penjara. Tuntutan JPU tersebut dinilai terlalu berlebihan, dan tidak sesuai bukti yang ada selama persidangan digelar. Menurut PH terdakwa, tidak ada barang bukti besar sabu-sabu yang ditemukan saat penggeledahan dan penangkapan.

Buyung Harjanahamna selaku penasehat hukum terdakwa Ikving Lewa mengatakan bahwa adanya ketidaksesuaian bukti dengan fakta dari tuduhan yang diberikan kepada terdakwa. “Ini merugikan klien kami. Tuntutan 18 tahun penjara dan menyalahi Pedoman Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika,” paparnya.

Jika mengacu pada pedoman itu, kata Buyung, dengan hanya bukti 7,618 gram berat bersih yang ditemukan, maka seharusnya minimal 9 tahun dan maksimal 11 tahun penjara. Sementara hukuman yang dituntut oleh JPU terhadap kliennya, selama 18 tahun ke atas itu untuk barang bukti ditemukan sebanyak 9 kg.

“Klien kami dituntut 18 tahun penjara, sedangkan bukti ditemukan hanya 7 gram lebih. Ini ada apa? Sudah jelas menyalahi Pedoman Kejaksaan. jaksa agung sampai 18 tahun bb di atas 9 kilo. Tidak ada keadilan di sini. Penanganan perkara tidak profesional. Kami berharap majelis hakim memutuskan perkara dengan adil. Permintaan klien kami dibebaskan,” tegas Buyung.

Buyung menjelaskan, dalam temuan terdapat 46 plastik bening klip dari 7,6 gram sabu-sabu dari tersangka lain. Bukan dari Ikving Lewa. Ada juga tiga buah gawai, namun di akhir persidangan gawai tersebut tidak pernah dibuka untuk membuktikan apakah ada percakapan atau transaksi.

Sejak terdakwa ditangkap pada Januari 2024, 193 tersangka tidak ada yang mengatakan kalau barang diambil dari terdakwa. Bahkan sebelum terdakwa ditangkap, tidak pernah ada yang menyebut nama Ikving Lewa. Namun setelah ditangkapnya Muhammad Yunuslah baru disebut nama terdakwa.

Pengacara yang menganggap banyaknya ketidaksesuaian barang bukti dengan fakta di persidangan. Menjadikan bukti pengadilan dianggap lemah.

“Selama ini kami diam, mencari tau tentang kebenaran. Kami berkeyakinan bahwa terdakwa bukan seorang bandar,” jelas Buyung.

Sementara itu, Pengacara Pendamping, Sa’ban Sartonoleki menambahkan pihaknya juga perlu melakukan klarifikasi terkait dugaan yang dituduhkan kepada Ikving Lewa. Bahkan, banyak kejanggalan JPU menuntut terdakwa yang tidak menggunakan Pedoman Kejaksaan dalam menuntut kliennya. “Lucunya, JPU dalam penanganan perkara menghitung berat kotor barang bukti. Harusnya kan yang dihitung berat bersih. Harusnya cuma 1 gram lebih saja kalau bersih. Berlebihan kalau tuntutan 18 tahun penjara,” sesalnya.

Sa’ban meminta saat sidang putusan, Kamis 12 September 2024 di Pengadilan Negeri (PN) Bone, kliennya dibebaskan.
“Kami harus sampaikan ke publik bahwa fakta persidangan tidak ada kesesuaian antara saksi ke saksi lain. Dalam dakwaan itu ada pada saksi lain. Diduga ada tekanan dari oknum untuk menjadikan bahwa terdakwa harus dihukum mati,” pungkasnya. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version