Sebelum membayar, Hasra meminta untuk dimasukkan ke dalam grup WhatsApp yang dikelola pelaku agar dapat mengikuti perkembangan informasi penerimaan CPNS.
“Pelaku menolak memasukkan saya ke dalam grup karena saya belum membayar,” ingatnya.
Apa boleh buat, Hasra secara terpaksa membayar sejumlah uang ke pelaku. Tepat pada Desember 2020, ia membayar Rp15 juta.
“Di grup tersebut, saya melihat pelaku dan anaknya sebagai admin grup, dengan sekitar 60 orang lainnya di dalamnya,” Hasra menuturkan.
Rasa curiga Hasra mulai muncul setelah pelaku meminta biaya tambahan sebesar Rp35 juta. Alasannya, untuk pengurusan Nomor Induk Pegawai (NIP) di Jakarta.
Karena merasa terdesak, Hasra mengirimkan Rp30 juta pada Mei 2021 ke rekening pribadi pelaku, dan sisanya yang Rp5 juta di transfer pada Juni 2021.
Setelah total pembayaran mencapai Rp 50 juta, Hasra mengaku hanya menerima kain linmas dan kain korpri dari pelaku untuk dipakai nantinya saat penerimaan SK CPNS di kantor Gubernur Sulsel.
“Kami baru menyadari bahwa nomor induk saya dan korban lainnya tidak terdaftar di BKN pusat ketika memeriksa ke Taspen Makassar. Saat itulah kami mengerti bahwa kami telah ditipu,” imbuhnya.