MAMUJU, BACAPESAN.COM — Puluhan warga dari dusun Dato, Desa Sampaga, Kecamatan Sampaga, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) yang mengatasnamakan bersatu melakukan aksi dengan cara blokade jalan menuju lokasi tambang.
Aksi yang dilakukan warga ini sebagai bentuk penolakan terhadap adanya tambang pasir di wilayahnya keras dapat merusak lingkungan sekitar.
Asri, salah satu warga Sampaga mengatakan dengan keras masyarakat Sampaga menolak dengan adanya tambang pasir di muara sungai Sampaga.
Menurutnya, aksi yang dilakukan ini sebagai bentuk perlawanan atau penolakan terhadap adanya tambang yang ingin mencoba beroperasi di muara sungai Sampaga.
“Jika nantinya perusahaan ingin memaksakan untuk masuk beroperasi di muara sungai Sampaga. Kami masyarakat tidak akan segan untuk melakukan perlawanan terhadap perusahaan maupun pemerintah yang ikut serta terlibat kerja sama dengan perusahaan,” tegas Ari saat dikonfirmasi, Kamis (12/9/24).
Asri menyampaikan, sekitar 95 persen masyarakat Sampaga tidak setuju atau menolak adanya tambang pasir di muara sungai Sampaga. Menurut kajiannya, tambang pasir tersebut merusak dan merugikan masyarakat Sampaga, selain itu metode yang dilakukan penambang tersebut bukalah mengambil bukan untuk memperbaiki.
Kata Asri, jika pihak pemerintah ingin membangun, kenapa mesti harus menitip ke pihak perusahaan. Dan jika betul ada pendangkalan di muara sungai Sampaga, kenapa pemerintah tidak programkan untuk normalisasi sungai Sampaga bukan tambang pasir yang didorong.
“Kami minta kepada pihak instansi yang terkait, dalam perizinan tambang agar mencabut izin usaha pertambangan di muara sungai Sampaga. Dimana ada 9 perusahaan, termasuk CV Surya Stone Derajat telah mencoba memaksakan untuk beroperasi di muara sungai,” jelasnya.
“Permasalahan ini seharusnya pemerintah tidak boleh berpihak pada perusahaan, pemerintah harus hadir di tengah-tengah masyarakat untuk membela hak-hak masyarakat bukan malah sembunyi di belakang layar,” sambungnya.
Terpisah, Camat Sampaga Muhammad Yusuf saat dikonfirmasi via telepon mengatakan, sebelumnya pemerintah kecamatan Sampaga melalui Forum Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) telah melakukan rapat koordinasi, yang dihadiri langsung oleh Camat, Danpos Ramil dan Kapolsek, Dinas ESDM, DLHK. Provinsi Sulbar, perusahaan, serta masyarakat Sampaga untuk melakukan rapat untuk merespon tuntutan atau permasalahan warga Sampaga, yang pro dan kontrak terkait rencana izin pertambangan di desa Sampaga pada, Rabu kemarin (11/9/24).
“Hasil rapat yang kami lakukan, telah menyimpulkan salah satu tuntutan warga yakni adanya perusahaan yang tidak melakukan sosialisasi, namun pengakuan yang punya perusahaan itu sudah melakukannya. Sehingga demikian, kami dari Forkopimcam melakukan mediasi terkait permasalahan tersebut dan mendengarkan keluhan warga kami,”ungkapnya.
Namun kata, Muhammad Yusuf, dalam rapat tersebut pihak yang melakukan aksi ini tidak hadir, padahal pihaknya telah mengundang untuk hadir dalam proses mediasi tersebut.
“Saya sudah bawakan undangan nya, saya sudah datangi dengan baik, saya berikan pemahaman bahwa kami selaku pemerintah kecamatan tidak punya kewenangan untuk memberhentikan atau memberi izin kepada pihak perusahaan karena tidak ada kewenangan kami,”tukasnya.
“Saya tegaskan, saya tidak memihak ke Perusahaan tambang. Kami tidak punya kewenangan mengenai izin dan sebagainya, sambungnya.
Ia berharap, kepada yang melakukan aksi tersebut untuk menyampaikan alasan tidak hadirnya dalam proses mediasi yang dilakukan pihak kecamatan. “Harusnya kemarin yang kotra ini hadir untuk menyampaikan aspirasinya, bukan tidak hadir, dan melakukan aksi blokade jalan ini,” terangnya.
Muhammad Yusuf sangat menyesali tindakan yang dilakukan oleh warga yang telah menutup jalan dengan cara memblokade jalan tersebut dan sudah merugikan warga setempat.
“Kami juga sangat menyesali, adanya aksi penutupan jalan, dan saat ini pak Kapolsek dan Danpos ramil dilokasi melakukan proses mediasi terhadap warga yang telah memblokade jalan tersebut,” tukasnya. (Sudirman)