Dari Visi ke Realitas: Transformasi Layanan Kesehatan Inklusif

  • Bagikan
Noyumala, Dosen DPK Stikes Gunung Sari.

MAKASSAR, BACAPESAN – Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki peluang besar untuk menjadi model dalam membangun sistem kesehatan yang tidak hanya inklusif tetapi juga berbasis nilai budaya lokal.

Komitmen Gubernur Andi Sudirman Sulaiman untuk membangun RS regional adalah langkah konkret yang patut diapresiasi karena berpotensi mempersempit kesenjangan akses layanan kesehatan, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil dan pulau-pulau terluar.

Salah satu contoh nyata dari komitmen ini adalah pembangunan RS regional La Mappapenning di Kabupaten Bone, yang dapat mengkaver layanan untuk perbatasan Sinjai-Soppeng-Maros, wilayah yang cukup jauh dari pusat layanan ibu kota kabupaten.

Namun, keberhasilan inisiatif ini sangat bergantung pada dukungan infrastruktur yang memadai, seperti jalan dan transportasi, serta ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dan terlatih. Dengan memprioritaskan penguatan aspek ini, RS regional tidak hanya menjadi fasilitas medis, tetapi juga simbol keberpihakan kepada masyarakat yang selama ini terpinggirkan dalam layanan kesehatan.


Integrasi nilai budaya seperti Sipakatau, Sipakainge, dan Sipakalebbi dalam pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas dalam membangun sistem yang manusiawi. Pendekatan berbasis budaya ini tidak hanya memperbaiki hubungan antara penyedia layanan dan pasien, tetapi juga menanamkan rasa kepercayaan dan penghargaan terhadap sistem kesehatan yang dibangun pemerintah.

Dalam praktiknya, hal ini dapat diwujudkan melalui pelatihan tenaga medis untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai lokal dalam interaksi mereka dengan masyarakat. Lebih dari itu, pendekatan ini dapat memperkuat solidaritas komunitas dalam mendukung kesehatan bersama, menciptakan rasa memiliki terhadap fasilitas kesehatan, dan mengurangi resistensi masyarakat terhadap program-program kesehatan.


Namun, pembangunan kesehatan tidak hanya cukup dengan mengatasi persoalan fisik dan budaya. Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci keberlanjutan sistem kesehatan yang tangguh. Gubernur perlu mendorong program pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan kesehatan yang menekankan pada pencegahan penyakit dan pentingnya gaya hidup sehat.

Upaya ini dapat dilakukan dengan penguatan posyandu, kader kesehatan, serta kolaborasi dengan tokoh masyarakat dan pemuka adat untuk menyebarluaskan pesan kesehatan yang relevan. Dengan masyarakat yang teredukasi dan berdaya, sistem kesehatan tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dalam mencegah dan menangani masalah kesehatan sebelum menjadi krisis.


Jika strategi-strategi ini dijalankan secara konsisten, visi “Sulsel Maju dan Berkarakter” akan menjadi kenyataan yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sulawesi Selatan dapat menjadi contoh provinsi yang berhasil mengharmonisasikan pembangunan modern dengan kearifan lokal, menciptakan sistem kesehatan yang tidak hanya melayani tetapi juga memberdayakan masyarakatnya.

Lebih dari itu, keberhasilan ini akan memberikan dampak positif jangka panjang, tidak hanya pada peningkatan kesehatan masyarakat, tetapi juga pada penguatan kualitas hidup dan kesejahteraan secara keseluruhan, menjadikan Sulsel sebagai pelopor inovasi dalam pembangunan kesehatan berbasis budaya di Indonesia.

  • Bagikan

Exit mobile version