JAKARTA, BACAPESAN– Pertumbuhan kredit perbankan masih akan positif pada 2025. Hanya saja tidak akan agresif. Sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional dan perlambatan penurunan suku bunga acuan global.
“Untuk 2025, kami melihat bahwa pertumbuhan kredit perbankan masih akan positif. Perkiraan sebelumnya bahwa penurunan suku bunga AS akan agresif, ternyata dengan situasi terkini menjadi less aggressive dan cenderung masih dalam level yang relatif tinggi,” ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae lewat jawaban tertulis, Kamis 30 Januari 2025.
Meski demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih akan cukup baik bakal menarik minat investasi ke domestik. Dengan begitu akan mendatangkan aliran dana ke dalam negeri. Sehingga meningkatkan investasi, perluasan usaha, serta meningkatkan demand kredit.
Selain itu, proyeksi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) tahun ini juga diharapkan dapat berdampak positif pada penurunan biaya dana (cos of fund). Namun tetap cukup menarik bagi nasabah untuk menempatkan dananya di perbankan. Yang mana dapat meningkatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).
Jika penghimpunan dana cukup positif, maka ketersediaan likuiditas akan terjaga. Yang kemudian menjadi sumber dana utama dalam melaksanakan penyaluran kredit perbankan. Hanya saja, perlu juga mewaspadai risiko yang timbul akibat ketidakpastian global.
“Seperti melambatnya penurunan suku bunga global seiring kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Meningkatnya volatilitas pasar keuangan dan fluktuasi perdagangan global. Serta harga komoditas yang disebabkan Trump Effect, ketegangan geopolitik yang masih berlanjut,” beber Dian.
Pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2024 mencatatkan double digit. Yakni sebesar 10,39 persen year-on-year (YoY) menjadi Rp 7.827 triliun. Didorong oleh kredit investasi yang naik 13,62 persen YoY dan kredit konsumsi 10,61 persen YoY.
“Sedangkan kredit modal kerja tumbuh 8,35 persen,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam paparan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Kualitas kredit terjaga dengan rasio kredit macet alias non-performing loan (NPL) gross di level 2,08 dan NPL net 0,74 persen. Loan at risk (LaR) juga turun menjadi 9,28 persen. Di sisi lain, DPK perbankan meningkat 4,48 persen menjadi Rp 8.837 triliun.
“Dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 3,34 persen; 6,78 persen; dan 3,50 persen,” terang Mahendra.
BI memperkirakan pertumbuhan kredit tumbuh dalam kisaran 11-13 persen pada 2025. Sejalan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap baik dan dukungan kebijakan makroprudensial bank sentral. “Dengan memperkuat strategi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) untuk meningkatkan kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Termasuk UMKM dan ekonomi hijau mulai Januari 2025, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo.
Hingga pekan kedua Januari 2025, BI telah menyalurkan insentif KLM senilai Rp 295 triliun. Disalurkan antara lain ke sektor pertanian, perdagangan, manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, konstruksi, real estate, serta perumahan rakyat. Ada pula penyaluran ke sektor ultra mikro, UMKM, dan sektor hijau.
“Melalui bank BUMN sebesar Rp129,1 triliun, bank BUSN (bank umum swasta nasional) senilai Rp 130,6 triliun, BPD (bank pembangunan daerah) Rp 29,9 triliun, dan KCBA (kantor cabang bank asing) Rp 5 triliun,” jelasnya. (JP)