JAKARTA, BACAPESAN– Kementerian Agama (Kemenag) sedang menggodog regulasi baru terkait pesantren. Ke depan pesantren tidak bisa sembarangan mendirikan lembaga pendidikan formal. Hanya pesantren yang memenuhi kriteria atau syarat saja yang mendapatkan izin tersebut.
Rencana tersebut dibahas di dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait Penyusunan Kisi-kisi Ujian Mata Pelajaran Umum dan Mata Pelajaran Dirasah Islamiyah di Jakarta. Kebijakan itu diambil dalam rangka penataan tata kelola pesantren.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren) Kemenag Basnang Said mengatakan, sesuai UU 18/2019 tentang Pesantren, terdapat dua jalur pendidikan di pesantren. Yakni, jalur formal dan jalur nonformal. Pada jalur formal, terdapat dua bentuk utama, yaitu Pendidikan Diniyah Formal (PDF) dan Satuan Pendidikan Muadalah (SPM).
Sementara, untuk jalur nonformal lebih berfokus pada pendidikan berbasis pengkajian kitab kuning. “Atau dikenal sebagai salafiyah murni,” katanya, Senin 10 Februari.
Basnang menekankan pentingnya transformasi kelembagaan bagi program pendidikan kesetaraan yang selama ini diselenggarakan oleh pesantren salafiyah. “Pesantren yang memenuhi standar dapat beralih ke jalur pendidikan formal,” katanya. Sementara itu pesantren yang belum memenuhi standar, tetap dapat menjalankan pendidikan pengkajian kitab kuning sesuai amanat UU tentang Pesantren.
Di bagian lain Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenag Imam Syaukani mengatakan, lulusan pesantren salafiyah memiliki pengakuan legal di mata hukum negara. Santri lulusan pesantren salafiyah dapat melanjutkan studi baik di jalur pendidikan formal maupun nonformal. “Setelah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu dan mengikuti ujian yang ditetapkan,” kata dia.
Data terbaru Kemenag menunjukkan jumlah santri di seluruh pesantren di Indonesia mencapai 4,8 juta. Perinciannya, santri laki-laki sebanyak 2,48 juta; santri perempuan berjumlah 2,36 juta. Dari jumlah tersebut, 2 juta santri perempuan tinggal di pondok (mukimin) dan santri laki-laki yang tinggal di pondok sejumlah 2,38 juta santri. (JP)