Kemenkes akan Terapkan Pendekatan THR Jadi Strategi Atasi Perokok di Indonesia

  • Bagikan

JAKARTA, BACAPESAN– Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan, faktor risiko merokok menjadi penyebab kematian terbesar kedua di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi atau membuat orang berhenti merokok tapi belum efektif

Salah satu yang kini menjadi pertimbangan Kemenkes untuk membuat perokok berhenti adalah melalui pendekatan Tobacco Harm Reduction (THR). Berdasarkan Laporan “Lives Saved Report” yang dikeluarkan oleh Global Health Consults, penerapan THR dapat menyelamatkan 4,6 juta nyawa perokok hingga 2060 di Indonesia.

“Kalau melihat definisinya, THR ini fokus pada mengurangi dampak risiko dari merokok. THR bisa menjadi salah satu alternatif dalam upaya berhenti merokok. Kami akan menunggu hasil risetnya untuk masukan kebijakan kita,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, Selasa (11/2).

THR sendiri merupakan salah satu metode alternatif untuk menurunkan risiko produk tembakau. Pendekatan ini bukan hanya menekankan pada peralihan penggunaan produk alternatif, melainkan sebagai keseluruhan upaya menurunkan risiko yang diwujudkan melalui kebijakan, riset, dan perkembangan teknologi hingga akhirnya membuat perokok berhenti merokok.

Nadia mengatakan, peran Kemenkes dalam merumuskan kebijakan menjadi salah satu poin penting dalam upaya mengatasi dampak risiko akibat rokok.

Hingga saat ini, Kemenkes masih berfokus pada penerapan Upaya Berhenti Merokok (UBM) melalui praktik konseling di tingkat Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) dalam membantu orang berhenti merokok.

“Secara strategi (untuk mendorong masyarakat berhenti merokok) kami punya UBM dan hotline berhenti merokok. Memang belum maksimal dan belum ada di semua tempat, ini masukan buat kami. Soal THR, kita lihat perkembangan studinya, apakah THR bisa jadi cara agar (regulasi yang terbit) bisa evidence-based,” terang Nadia.

Sementara itu, akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung sekaligus salah satu penulis Laporan “Lives Saved Report”, dr. Ronny Lesmana menjelaskan, selama ini gerakan untuk mengajak orang berhenti merokok sudah masif dilakukan, tetapi belum efisien dalam menurunkan angka perokok.

Untuk itu, diperlukan pendekatan dan strategi lain, salah satunya dengan menerapkan metode THR.

“Kita tidak bisa hanya berdiam diri. Kalau THR diterapkan, maka kualitas hidup dan angka harapan hidup masyarakat akan lebih baik. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, dampak penggunaan produk rendah risiko menunjukkan toksisitas lebih rendah dan menurunkan inflamasi paru-paru. Ini data kami,” ungkap Ronny.

Uji toksisitas tersebut dilakukan dengan menguji sel molekuler pada perokok konvensional dan perokok produk alternatif rendah risiko.

Produk yang digunakan untuk penelitian disesuaikan dengan standar yang ditetapkan di seluruh dunia. Penelitian replikasi yang diuji di enam (6) negara pun menunjukkan bahwa beberapa produk alternatif tersebut terbukti lebih rendah risiko dibanding rokok konvensional.

Kajian berbasis ilmiah yang dilakukan sesuai metodologi sangat dibutuhkan di Indonesia. Riset THR yang spesifik dengan dukungan dari pemerintah sangat penting, terutama dalam mewujudkan kolaborasi bersama lembaga penelitian dan lembaga pendidikan.

Nantinya, temuan tersebut akan menjadi basis data yang berperan sebagai pertimbangan pemerintah dalam menyusun regulasi.

Saat ini, minimnya data soal THR berdampak pula pada keluaran regulasi yang belum tepat sasaran. (JP)

  • Bagikan