JAKARTA, BACAPESAN– Pemerintah terus berupaya untuk menjaga keberlanjutan dari pembangunan melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam (SDA). Salah satunya pengurangan devisa hasil ekspor yang dioptimalkan untuk kemakmuran rakyat dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tahun 2025. Mengubah aturan sebelumnya PP Nomor 36 Tahun 2023 tentang devisa hasil ekspor (DHE) pengelolaan SDA.
Bank Indonesia (BI) mendukung penuh PP DHE SDA. Gubernur BI Perry Warjiyo memandang bahwa penguatan kebijakan DHE SDA memberikan manfaat besar bagi perekonomian. Pertama adalah meningkatkan pembiayaan dalam perekonomian.
“Dengan kewajiban-kewajiban yang disampaikan, devisa hasil ekspor dari SDA akan lebih banyak masuk ke rekening khusus di sistem keuangan Bank Indonesia. Karena itu semakin banyak akan dimanfaatkan untuk pembiayaan perekonomian dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” ucap Perry usai rapat di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin 17 Februari.
Kedua, kebijakan tersebut praktis akan meningkatkan hasil dan cadangan devisa ke negara. Dengan demikian, akan memperkuat upaya bank sentral dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Ketiga, dengan adanya dana yang lebih banyak masuk di perbankan, membuat sistem keuangan Indonesia akan lebih stabil. BI juga akan memperkuat monitoring. Memastikan kebijakan ini diimplementasikan dengan baik.
BI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga sudah bekerja sama dalam sistem pelaporan pemberhentian ekspor dengan sistem lalu lintas devisa. “Jadi, secara sistem ini sudah terbangun. Bahwa devisa yang diekspor itu benar-benar masuk ke sistem keuangan melalui rekening khusus,” terangnya.
Perry melaporkan, tingkat kepatuhan eksportir dalam memasukkan DHE SDA ke rekening khusus untuk migas mencapai 95-100 persen. Sedangkan, nonmigas sebesar 82-89 persen.
Angka-angka tersebut menunjukkan reporting system yang dibangun bersama Kemenkeu dan BI sudah bisa memastikan kebijakan DHE SDA bisa berjalan. Terkait tingkat kepatuhan, hasil ekspor migas berkisar 97-100 persen, untuk nonmigas 91-96 persen.
“Jadi DHE yang masuk sudah ditempatkan dalam berbagai instrumen,” ujar lulusan Iowa State University itu.
Perry menyampaikan, posisi rekening khusus di perbankan sistem keuangan reratanya sebanyak Rp 13 miliar. Dengan kebijakan yang baru, dia memperkirakan akhir tahun ini bisa meningkat Rp 80 miliar.
Artinya, dengan PP 8/2025 akan mendorong devisa yang masuk dari rekening khusus akan lebih besar. “Digunakan untuk pembiayaan perekonomian, meningkatkan cadangan devisa, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan tentu saja memperkuat stabilitas sistem keuangan,” bebernya. (JP)