MAKASSAR, BACAPESAN– Warga perumahan Asoka, Kecamatan Panakkukang tegas menolak kehadiran Kafe Startup Day.
Di mana, lokasi Kafe Startup Day berada di Komplek Perumahan Pusri yang berada dalam kawasan Perumahan Asoka.
Penjabat Ketua RW 02 Kelurahan Masale, Djafar, mengatakan penolakan ini didasari oleh beberapa alasan utama.
Salah satunya, kata Djafar, dapat menganggu keamanan, dan kenyamanan warga Kompleks Asoka. Utamanya, anak-anak dan lansia.
Sebab, akses keluar masuk pengunjung kafe nantinya satu pintu dengan warga komplek Asoka.
Tak hanya itu, permasalahan lainnya adalah fungsi perumahan Pusri sebagai pemukiman bukan kawasan komersial.
” Pihak pusri menyewakan kepada pihak café telah melanggar status perumahan yang belum berubah fungsi ke komersil,” tegas Djafar, saat ditemui bersama warga Kompleks Asoka.
Apalagi, lanjut Djafar, Pihak Startup Day membangun cafe tanpa ijin dari warga kompleks Asoka.
Bahkan, izin baru diminta ke warga setelah pembangunan kafe mencapai 80 persen dan mendapat teguran dari pengelola kompleks.
Lebih jauh, Djafar menjelaskan penolakan warga Komplek Asoka telah dibahas dalam mediasi yang telah dilaksanakan sebanyak tiga kali.
Mediasi pertama, dilaksanakan pada tanggal 22 September 2024 di lokasi Startup Day, yang dihadiri oleh warga, pemilik kafe, pengelola, Ketua RT, Ketua RW, Lurah, Bimas, Babinsa, dan LPM.
Hasilnya, warga menolak keberadaan kafe dan usaha pengelolaan teripang di dalam kompleks. Usaha teripang pun langsung dihentikan.
Mediasi kedua, dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2024, di Kantor Kecamatan Panakkukang dengan Dinas Tata Ruang Kota Makassar, di mana warga kembali menyatakan penolakan.
Terakhir, Mediasi ketiga di rumah warga pada tanggal 27 Oktober 2024, yang dihadiri oleh Danramil, Bimas, Babinsa, Ketua LPM, dan PT Pusri.
Hasilnya, warga tetap menolak keras dengan alasan, Kompleks merupakan kawasan pemukiman, bukan area komersial.
” Keamanan dan kenyamanan warga, terutama anak-anak, lansia, serta kegiatan olahraga dan rekreasi akan terganggu,” kata Djafar.
Maka dari itu, warga kemudian melayangkan surat resmi ke PT Pusri untuk membatalkan perjanjian sewa lahan kepada pengelola kafe.
Tak sampai di situ, polemik antara warga, pihak PT Pusri dan Pengelola Kafe, telah dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi C DPRD Makassar yang dihadiri pemilik kafe, Ketua RT, dan Ketua RW, baru-baru ini.
Namun, hasil dari RDP tersebut, Djafar mengaku warga kecewa sebab ada anggota dewan yang dinilai memihak pemilik kafe dan mengabaikan aspirasi warga.
“Tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan besar akan Sikap yang terkesan sepihak dan berat sebelah,” ungkap Djafar.
Sehingga, Djafar menyebut warga pun meminta pemerintah dan DPRD Makassar bersikap netral serta memastikan aturan tata ruang dipatuhi demi kenyamanan masyarakat.
Lebih jauh, Djafar mengatakan terdapat beredar informasi liar dan pembohongan yang dilakukan pengelola kafe.
Di antaranya, mengklaim telah mendapatkan izin warga sebelum pembangunan, padahal faktanya tidak ada izin.
Status mahasiswa dari enam orang pemilik kafe yang ternyata sudah lulus dan salah satunya bekerja di BUMN.
Serta, dugaan pemberian kredit oleh bank HIMBARA tanpa pengecekan lokasi, yang dinilai perlu ditelusuri oleh OJK.
“Beban kredit itu tanggung jawab pemilik kafe, bukan warga. Ini tidak bisa dijadikan alasan untuk memaksa warga menerima keberadaan kafe di kompleks perumahan,” tegas Djafar.