Menggali Kesejatian (14):”Bias Kognitif

  • Bagikan

Oleh : Rektor UIN Alauddin Hamdan Juhannis

KALI ini tentang kesombongan, diinspirasi oleh Kultum salah seorang pimpinan kampus kami, Prof. Muh. Khalifah. Dia mengulas kajian psikologi yang disebut “Dunning dan Kruger Effect” kondisi psikologis yang terjadi pada seseorang yang merasa diri selalu lebih tahu di banding orang lain.

Fenomena psikologis ini mengambil nama penemunya, David Dunning dan Justin Kruger, psikolog yang pernah dianugerahi hadiah nobel karena penelitian ini. Menurut mereka, fenomena psikologis ini bagian dari bias kognitif. Bias kognitif adalah cara berpikir yang jauh dari prinsip objektifitas.

Cukup sampai di sini menjelaskan sendiri esensi “Efek Dunning dan Kruger” karena meskipun sudah mendengar teori ini sebelumnya, pengetahuan saya tentang ini sangat tipis dan hanya dipicu oleh ceramah Pak Ustadz. Dan bahasan ini memiliki wilayah keilmuan tersendiri, psikologi, dengan kekhasan metode dan obyek studi.

Menurut pak Ustadz, Efek Dunning dan Kruger ditandai dengan kepribadian yang selalu merasa lebih tahu dibanding orang lain. Mungkin bisa disebut merasa pintar tapi tidak pintar merasa. Pengetahuannya menjadi bias karena dia tidak mampu menakar kadar pengetahuannya dengan benar. Dia tidak adil pada dirinya karena memposisikan dirinya pada posisi yang tidak sebenarnya pada aspek pengetahuan.

Efek Dunning dan Kruger inilah yang menjelaskan dari perspektif psikologis mengapa ada orang dalam hidup ini menjadi congkak, sombong, suka membual, sok tahu, dan “self-centered’. Masyarakat lokal kami menggambarkan orang seperti ini bagaikan balon yang makin ditiup makin membesar yang akhirnya meletus. Balon itu Bahasa Bugisnya “paggempung”. Dan orang yang sombong disebutnya “magempung”.

Dari teori ini juga mungkin bisa dijelaskan mengapa ada orang yang berprilaku sombong, karena ternyata sikap seperti itu sudah menjadi bagian dari dirinya, dan berlangsung di bawah sadar. Itulah orang sombong bisa setiap saat menyombongkan diri. Pembual bila setiap saat membual pada orang lain, tanpa menyadari situasi di sekitarnya.

Saya menduga jenis pengetahuan bias seperti ini dimulai dari kondisi lingkungan yang membentuk seseorang. Kalau sejak kecil seorang anak dibesarkan dengan cerita tentang kehebatan, kedigdayaan, superiortas, maka yang berproses membentuk pengetahuannya adalah keunggulan diri dibanding yang lainnya. Secara pelan situasi psikoligis itu terbentuk pada alam bawah sadarnya.

Bias kognitif seperti ini juga tebentuk untuk menutupi ketidakmampuan, sombong tanda tak mampu, tapi tidak masuk dalam kategori “biar miskin asal sombong”, karena bias kognitif itu terjadi dengan ciri pengingkaran terhadap kondisi realitas kehidupannya.

Itulah ajaran agama menyorot pentingnya ketawaduan dalam diri, dan menjaga jiwa untuk tidak terjebak pada kesombongan. Caranya, menurut pak ustadz adalah pembiasaan untuk melihat orang lain selalu lebih tahu dibanding diri kita.

Tapi ada juga teman saya, modelnya perpaduan antara kepintaran dan kesombongan. Setiap memulai bicara, pasti terdengar nada sombong.

“Itu tidak perlu pakai otak”, “oh, biar baru bangun saya bisa jelaskan”, “Itu pengetahuan anak SD.” Level bicaranya sangat tinggi tapi dia betul menguasai apa yang diceritakannya. Itu efek apa namanya, wahai para Psikolog?

  • Bagikan

Exit mobile version