Oleh : Jasruddin Daud M.
MAKASSAR, BACAPESAN – Pada pagi hari Ahad, 30 Maret 2025, saya berdialog dengan mesin AI, agak panjang bahkan jauh lebih lama dari biasanya. Penyebabnya adalah karena ada pertanyaan dari banyak teman tentang “Mengapa Arab Saudi Lebih Duluan Lebaran dari Indonesia, bukankah Indonesia lebih duluan siang, bahkan mendahului Arab Saudi antara 3-5 Jam, tergantung pembagian wilayah Timur, Tengah, dan Barata Indonesia”. Mereka bertanya ke saya karena ingin mendapatkan jawaban berdasarkan ilmu perbintangan. Saya jawab, itu bukan bidang keahlian saya, namun mereka tetap sedikit memaksa bahkan ada yang bilang “khan professor too!!”.
Latar belakang ilmu saya memang Ilmu Fisika tetapi kajian saya bukan ke peredaran Bintang atau sejenisnya yang termasuk tidak mendalami peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Ilmu itu dikaji dalam bidan Ilmu Falak.
Lalu apa itu ilmu Falak? Ilmu Falak adalah cabang ilmu yang mengkaji dan membahas tentang posisi dan gerak benda-benda langit, khususnya matahari, bulan, dan bumi. Berdasarkan kajian ini maka dapat ditentukan, waktu salat, arah kiblat, awal bulan Hijriah, termasuk Ramadhan dan Syawal, dan Gerhana matahari & bulan.
Kembali ke perbincangan saya dengan mesin AI.
Dari beberapa tanya jawab, kami simpulkan bahwa, pembahasan tentang perbedaan penetapan hari lebaran yang berbeda pada setiap negara termasuk antara Saudi Arabia dan Indonesia sudah sangat banyak dibahas oleh para ahli, namun demikian pertanyaan khalayak juga tidak ada hentinya. Itulah sebabnya kami berkesimpulan bahwa tidak ada salahnya memberikan ulasan pengulangan semoga ada manfaatnya.
Mengapa Negara yang Lebih ke Barat Lebih Mudah Melihat Hilal?
Meskipun Indonesia berada di zona waktu yang lebih awal dibandingkan Arab Saudi, penentuan awal bulan Hijriah tidak hanya bergantung pada zona waktu, tetapi juga pada visibilitas hilal yang dipengaruhi oleh faktor-faktor astronomis dan kriteria yang digunakan. Oleh karena itu, Arab Saudi dapat merayakan Idul Fitri lebih awal jika hilal terlihat di sana, sementara di Indonesia hilal belum memenuhi kriteria visibilitas (Visibilitas adalah kemungkinan suatu benda langit bisa terlihat oleh mata manusia dari tempat tertentu, pada waktu tertentu).
Di bawah ini sedikit penjelasan singkat, mengapa Arab Saudi sangat memungkinkan lebaran duluan dibandingkan Indonesia, diantaranya:
a. Matahari Terbenam Lebih Lambat di Barat
Karena Bumi berputar dari barat ke timur, maka matahari terbenam lebih dulu di timur seperti Indonesia, dan lebih lambat di barat seperti Arab Saudi. Ini berti negara negara di bagian barat punya waktu lebih lama setelah konjungsi bulan-matahari untuk menunggu hilal “naik” lebih tinggi ke atas ufuk. Istiliah Konjungsi (Ijtimak) dalam peristiwa ini adalah posisi dimana bulan dan matahari berada segaris dalam satu garis ekliptika atau panjang bujur yang sama jika dilihat dari bumi. Dengan kata lain, Ijtimah dalam hal ini adalah momen lahirnya atau datangnya atau masuknya bulan baru.
b. Hilal Butuh Waktu untuk Terlihat
Setelah bulan dan matahari sejajar (ijtimak), bulan butuh waktu agar cukup jauh dari matahari dan bisa terlihat (hilal). Itulah sebabnya sehingga negara negara di bagian barat mendapat keuntungan waktu tambahan itu. Ketika matahari terbenam, bulan sudah naik lebih tinggi sehingga lebih mudah diamati.
c. Elongasi (Jarak Sudut Bulan–Matahari) Lebih Besar.
Elongasi adalah jarak sudut antara bulan dan matahari. Makin besar elongasinya, makin jelas hilalnya atau penampakannya. Artinya negara di bagian barat pada umumnya akan mendapatkan sudut elongasi yang lebih besar saat matahari terbenam sehingga mudah untuk diamati dibandingakan negara negara di bagian timur. Hal ini juga sekaligus menjawab mengapa negara di bagian barat dan negara di bagian timur berbeda dalam menetapkan sudut elongasi sebagai penetapan masuknya bulan baru. Arab Saudi menggunakan kriteria visibilitas yang lebih fleksibel karena lebih berdasar pada “melihat Hilal” sebab memang negara Arab Saudi terletak lebih barat dari Indonesia sehingga lebih mudah melihat bulan baru, makanya wajar jika sering lebih awal merayakan Idul Fitri. Indonesia terletak lebih timur maka menggunakan kriteria MABIMS. Apa itu MABIMS, ini adalah adalah forum kerja sama antara empat negara Asia Tenggara dalam bidang keagamaan, termasuk penentuan awal bulan Hijriah seperti Ramadhan, Syawal (Idul Fitri), dan Zulhijjah (Idul Adha). Jadi MABIMS adalah singkatan dari “Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura”. Pada tahun 2021 MABIMS menetapkan kriteria bahwa untuk peluang terlihatnya “Hilal”, adalah (1) Tinggi bulan ≥ 3 derajat, dan (2) Elongasi bulan-matahari ≥ 6,4 derajat. Jika salah satu tidak terpenuhi, hilal dianggap belum terlihat maka bulan digenapkan 30 hari.
Lalu apapula itu “Hilal”?. Hilal adalah: bulan sabit muda yang pertama kali terlihat setelah terjadinya konjungsi, yaitu setelah bulan dan matahari segaris dari perspektif bumi. Dengan kata lain, hilal adalah tanda dimulainya bulan baru dalam kalender Hijriah.
Contoh kasus: Perbandingan posisi hilal antara Indonesia vs Arab Saudi pada 29 Maret 2025
a. Indonesia (Jakarta):
1.Matahari terbenam lebih dulu.
Saat itu, bulan masih terlalu rendah: tinggi hilal ±2°, elongasi ±5°.
3.Belum memenuhi syarat visibilitas (Hilal belum terlihat jelas), maka lebaran ditetapkan tanggal 31 Maret 2025.
b.Arab Saudi (Riyadh):
1.Matahari terbenam lebih lambat.
2.Bulan sudah naik lebih tinggi: tinggi hilal ±4°, elongasi ±7°.
3.Hilal lebih mudah terlihat, maka pemerintah Arab Saudi menetapkan lebaran 30 Maret 2025 lebih duluan dari Indonesia.
Kesimpulan
1.Semakin ke barat letak suatu negara, semakin lama waktu yang dimiliki setelah ijtimak sebelum matahari terbenam. Waktu ekstra ini membuat hilal lebih tinggi dan lebih mudah terlihat.
2.Perbedaan hari lebaran bukan karena satu negara “salah” dalam menentukan 1 Syawal, tapi karena perbedaan waktu terbenam matahari dan posisi bulan. Semua mengikuti kaidah ilmiah dan syariat Agama Islam.
3.Semoga tulisan ini bisa lebih melapangkan dada kita untuk menerima perbedaan beragama.
4.Maha Suci Allah dan Mulia Rasulullah Muhammad Saw yang membawa risalah segala keringanan dari Allah SWT, sehingga suatu Pemerintah dapat memilih metode penentuan munculnya bulan baru berdasarkan pertimbangan kemudahan untuk posisi Negaranya. Metode Rukyat dan Hisab keduanya adalah syariat agama Islam yang berasal dari Allah SWT melalui RasulNya Muhammad Saw. (*)