Menurut Pengamat Ekonomi UNUSIA, aktivasi ini mencakup tiga aspek penting: proses bisnis yang langsung menyentuh petani, peningkatan kemampuan logistik dan keuangan, serta reformasi dalam pendekatan kelembagaan. Ia menegaskan bahwa selama ini Bulog hanya memperkuat posisi tengkulak melalui relasi yang eksklusif dengan jaringan perantara. Hal ini bertentangan dengan semangat pemerintahan Prabowo-Gibran yang menempatkan kedaulatan pangan sebagai prioritas nasional.
“Sebelumnya Bulog hanya berinteraksi dengan tengkulak dan mensejahterakan tengkulak, bukan petani!” ujar Aras. Ia menyatakan bahwa praktik ini harus diubah agar negara benar-benar berpihak pada petani.
Penting bagi pemerintah, khususnya Kementerian BUMN, untuk menindaklanjuti arahan Presiden dengan kebijakan operasional yang konkret dan terukur. Tidak cukup hanya mengumumkan harga beli gabah tanpa mekanisme penyerapan yang jelas dan merata di seluruh sentra produksi.
“Petani jangan hanya dijadikan sampel atas instruksi Presiden. Harus dipastikan semua gabah petani dibeli Rp6.500 per kg, bukan hanya sebagian di daerah tertentu.” tegas Muhammad Aras Prabowo.
Lebih lanjut, Aras menyarankan agar pemerintah membentuk satuan tugas khusus pengawasan pelaksanaan kebijakan ini, terdiri dari unsur BUMN, Kementerian Pertanian, organisasi petani, dan lembaga pengawas independen. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa anggaran dan semangat kebijakan tidak bocor di tingkat implementasi.
Ketua Program Studi Akuntansi juga mengajak elemen masyarakat sipil dan organisasi pemuda untuk turut serta dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini. Ia percaya bahwa kedaulatan pangan hanya bisa terwujud jika seluruh elemen bangsa bersinergi mengawal kebijakan yang berpihak kepada petani.
“Kita harus jaga amanat Presiden agar benar-benar berpihak kepada petani, bukan hanya berhenti di meja birokrasi. Bulog perlu dihidupkan kembali sebagai pelindung petani, bukan sekadar lembaga gudang pangan,” tutup Pengamat Ekonomi UNUSIA.