MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Rondang Herlina resmi menyandang gelar doktor setelah mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor Program Studi Dirasah Islamiyah di Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Selasa, 22 April 2025.
Sidang dipimpin langsung oleh Direktur Pascasarjana UIN Alauddin, Prof. Dr. Abustani Ilyas, MA, serta dihadiri sejumlah penguji, antara lain Prof. Dr. H. Lomba Sultan, MA, Dr. H. Saleh Ridwan, M.Ag., Dr. Munadi, SEL, M.SL., Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag., Dr. H. Abd. Wahid Haddade, Lc., M.HI., dan Dr. H. Jamiat, M.Si., M.H.

Dalam disertasinya yang berjudul “Pemenuhan Hak-Hak Keagamaan bagi Penyandang Disabilitas Perspektif Hukum Islam di Kabupaten Mempawah”, Rondang meneliti sejauh mana hak-hak keagamaan kelompok disabilitas diakomodasi dan dilindungi dalam regulasi dan praktik di lapangan.
Ia menyoroti pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Mempawah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Dalam kajiannya, ia menemukan bahwa regulasi tersebut belum secara eksplisit mengatur pemenuhan hak-hak keagamaan bagi penyandang disabilitas, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, Rondang menelusuri kondisi faktual pemenuhan hak keagamaan melalui wawancara dan observasi lapangan.
Ia juga menganalisis berbagai faktor penghambat, mulai dari minimnya kesadaran institusi keagamaan hingga keterbatasan infrastruktur ibadah yang ramah disabilitas.
“Secara normatif, negara dan daerah telah memiliki regulasi. Namun implementasinya masih lemah, terutama dalam penyediaan akses rumah ibadah yang setara bagi penyandang disabilitas,” ujarnya dalam sidang promosi tersebut.
Rondang juga mengusulkan revisi Perda Mempawah agar mencantumkan pasal-pasal khusus terkait hak keagamaan, serta mendorong penyusunan kebijakan teknis untuk memfasilitasi ibadah dan pendirian rumah ibadat yang inklusif.
Menurutnya, prinsip Islam seperti keadilan, rahmatan lil alamin, dan penghormatan terhadap martabat manusia harus menjadi dasar dalam memperjuangkan akses keagamaan bagi seluruh warga, termasuk kelompok rentan.
“Penyandang disabilitas bukan objek belas kasihan, tetapi subjek hak yang harus dipenuhi oleh negara,” tegasnya.(*)