Komisi VII DPR RI Minta Pemerintah Bubarkan Ormas yang Suka Pungli

  • Bagikan

JAKARTA, BACAPESAN– Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty menegaskan organisasi masyarakat (ormas) yang kerap meresahkan dunia usaha, dengan meminta ‘jatah’ atau THR kepada pelaku usaha harus segera ditertibkan.

“Kondisi seperti itu tidak boleh dibiarkan terus menerus, harus ditertibkan aksi-aksi seperti ini karena merugikan lingkungan industri, yang pada akhirnya mengganggu kenyamanan dan keamanan warga,” kata Evita dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Evita menilai, praktik pungli seperti itu dapat menimbulkan kerugian nyata bagi dunia usaha yang otomatis menghambat pertumbuhan ekonomi.

Apalagi banyak daerah industri, terutama di wilayah Jabodetabek, Banten, dan sebagian wilayah Sumatera, dimana ormas tertentu kerap memaksakan keikutsertaan dalam proyek-proyek swasta, bahkan memungut ‘uang keamanan’ hingga menjadi debt collector ilegal.

“Praktik semacam ini tidak hanya menurunkan kepercayaan pelaku industri, tetapi juga membuat biaya usaha melonjak karena ada biaya tak resmi yang sebetulnya adalah pemerasan,” ujarnya.

Sebelumnya, Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia melaporkan banyak investor maupun pelaku industri merasa resah dengan aksi-aksi ormas yang mengganggu operasional usaha mereka.

Beberapa ormas bahkan melakukan demonstrasi, penyegelan bahkan menuntut ‘jatah’ dalam pembangunan pabrik. Akibatnya, banyak investasi yang batal masuk atau bahkan keluar dari kawasan industri.

Evita menyebut, keberadaan ormas yang menyimpang dari fungsi sosialnya telah menjelma menjadi aktor informal yang merongrong ketertiban dan rasa aman para pelaku usaha.

“Kita banyak mendengar aktivitas ormas yang meresahkan, termasuk bentuk-bentuk pemerasan berbalut sumbangan yang sifatnya memaksa kepada para pelaku usaha. Ini tentunya sangat memberatkan apalagi bagi pelaku UMKM yang operasionalnya tidak besar,” tuturnya.

Selain praktik pungli, Evita juga menyoroti aksi premanisme ormas beberapa waktu belakangan. Seperti pembakaran mobil yang dilakukan sejumlah anggota ormas di Jawa Barat saat polisi hendak menangkap sang pimpinannya lantaran terlibat dalam tindak pidana.

Menurut Evita, peristiwa tersebut bukan hanya bentuk pelecehan terhadap aparat penegak hukum, tetapi juga merupakan ancaman nyata terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Pelaku harus ditindak tegas. Negara tidak boleh kalah oleh premanisme. Tindakan main hakim sendiri dan kekerasan terhadap aparat adalah bentuk pelanggaran hukum yang mencederai rasa aman rakyat,” ungkapnya.

Evita pun menyinggung ormas yang berkedok sebagai jasa penagihan atau debt collector di sektor pembiayaan kendaraan. Oknum-oknum ormas yang menjalankan penarikan kendaraan tanpa prosedur hukum ini telah menciptakan ketakutan di lingkungan masyarakat, bahkan seringkali berujung kriminal. (AN)

  • Bagikan