Hendra Putra Raih Gelar Doktor, Teliti Penegakan Hukum Hoaks dalam Perspektif Maqasid Syariah

  • Bagikan

MAKASSAR, BACAPESAN – Muhammad Hendra Putra resmi meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor di Program Studi Dirasah Islamiyah, Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Selasa, 29 April 2025.

Sidang promosi tersebut dipimpin langsung oleh Direktur Pascasarjana UIN Alauddin, Prof. Dr. H. Abustani Ilyas, MA, dengan promotor Prof. Dr. H. Lomba Sultan, MA. Tim penguji terdiri dari Prof. Dr. H. Darussalam Syamsuddin, M.Ag dan Dr. H. Abd. Wahid Hadade, Lc., M.H.I.

Dalam disertasinya yang berjudul “Implementasi Penegakan Hukum Penyebaran Berita Bohong (Hoaks) di Kalimantan Barat Perspektif Maqasid al-Shariah”, Hendra menyoroti kompleksitas penegakan hukum terhadap penyebaran hoaks, baik dari sudut pandang hukum positif Indonesia maupun hukum Islam.

Penelitian ini mengkaji tiga aspek utama: penegakan hukum hoaks berdasarkan peraturan perundang-undangan nasional, pandangan hukum Islam terhadap penyebaran berita bohong, serta relevansinya dengan prinsip maqasid al-shariah, khususnya pada aspek hifz al-din atau menjaga agama.

Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, penelitian ini mengombinasikan pendekatan yuridis normatif, maqasid syariah, dan pendekatan sosiologis.

Hasil kajian menunjukkan bahwa penegakan hukum di Kalimantan Barat masih mengacu pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku penyebaran hoaks dapat dikenai sanksi pidana, baik berupa kurungan maupun denda.

Dalam perspektif Islam, penegakan hukum hoaks menekankan pentingnya nilai kejujuran dan keadilan. Hendra menekankan perlunya integrasi nilai-nilai Islam dalam sistem hukum nasional serta keterlibatan aktif tokoh agama untuk membendung penyebaran hoaks di masyarakat.

“Penegakan hukum terhadap hoaks tidak hanya melindungi masyarakat dari dampak negatif informasi palsu, tetapi juga menjaga integritas ajaran agama,” tulis Hendra dalam simpulan disertasinya.

Ia juga mengusulkan agar kebijakan hukum nasional lebih mempertimbangkan nilai-nilai maqasid al-shariah agar penanganan hoaks tidak hanya bersifat legalistik, tetapi juga bermuatan moral dan etika.

Peneliti menyarankan penguatan kapasitas aparat hukum, peningkatan literasi digital masyarakat, serta kampanye edukatif dari pemerintah, institusi pendidikan, dan organisasi non-pemerintah.

Media dan platform digital, menurutnya, juga memiliki peran strategis. Mereka diminta lebih aktif dalam memverifikasi informasi sebelum dipublikasikan, serta menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk menyediakan mekanisme pelaporan dan penghapusan konten hoaks. (Sasa)

  • Bagikan