JAKARTA, BACAPESAN– Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Edwin Hidayat Abdullah mengatakan embedded SIM (eSIM) mencegah penggunaan identitas palsu saat registrasi nomor SIM melalui penerapan teknologi biometrik.
“Kalau dulu bisa bikin nomor baru dengan KTP orang, tapi dengan biometrik nomor KTP saja tidak cukup,” kata Edwin di Kantor Kemkomdigi, Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan, dengan teknologi biometrik pada eSIM pengguna yang ingin memiliki nomor SIM baru harus melakukan tahap pengenalan wajah (face recognition). Kemudian hasil pemindaian wajah pengguna akan diverifikasi dengan data yang ada di Dukcapil.
Teknologi biometrik pada eSIM, katanya, memiliki tingkat akurasi level enam atau 95,6 persen mirip antara hasil pemindaian wajah dengan data yang tersimpan di Dukcapil.
Selain itu, pengguna juga harus memindai wajah secara langsung atau tidak bisa diganti menggunakan gambar maupun foto sehingga mencegah praktik pemalsuan data menggunakan identitas orang lain.
“Ini yang membuat penggunaan identitas orang itu hampir tidak mungkin,” ucap Edwin.
Beberapa operator seluler di Indonesia sudah menyediakan layanan eSIM, sementara pemerintah mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya demi kemudahan sekaligus perlindungan data pribadi.
Edwin mengungkapkan, saat ini sekitar 700.000 orang di Indonesia tercatat sebagai pelanggan eSIM biometrik, sejak diluncurkan Februari lalu.
eSIM yang tertanam langsung di dalam perangkat menawarkan berbagai keunggulan, baik bagi pengguna maupun operator. Selain meningkatkan keamanan data, teknologi ini juga mendukung ekosistem Internet of Things (IoT) serta efisiensi operasional industri telekomunikasi.
Migrasi ke eSIM juga sejalan dengan tren global, di mana banyak negara telah lebih dulu menerapkan teknologi ini. Diproyeksikan, pada 2025, perangkat berbasis eSIM di dunia akan mencapai 3,4 miliar unit, sementara di Indonesia adopsi eSIM masih harus didukung oleh para operator seluler. (AN)