Tiga Guru Besar Tetap UINAM Dikukuhkan

  • Bagikan

GOWA, BACAPESAN – Tiga Dosen Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) menyandang gelar Guru Besar Tetap di kampus hijau. Pengukuhan di gelar di Gedung Auditorium Kampus 2 Gowa Samata, Kamis (22/5/2025)

Ketiga profesor ini masing-masing Prof. Dr. M. Wahyuddin Abdullah, S.E., M.Si., Ak. dalam Bidang Ilmu Akuntansi Keuangan, Prof. Dr. H. M. Saleh Ridwan, M.Ag. dalam Bidang Ilmu Hukum Perkawinan Islam serta Prof. Dr. Fatmawati, S.Ag., M.Ag. dalam Bidang Ilmu Fiqh Siyasah atau Fikih Politik.

Prof Wahyuddin tampil menjadi pemateri pertama dalam kegiatan ini. Dirinya  menyampaikan penelitian berjudul “Pengungkapan CSR dan Nilai Perusahaan: Potensi Keberkahan dalam Akutansi Keuangan”. 

Prof Wahyuddin mengurai pengungkapan CSR yang dalam penelitiannya mampu memoderasi pengaruh kinerja keuangan ROA tersebut terhadap nilai perusahaan.

“Kinerja keuangan yang mengalami gangguansetelah dimoderasi pengungkapan CSR berdampak meningkatkan nilai perusahaan. Interaksi tersebut semakin menguatkan keberlangsungan usaha. Hal ini menandakan adanya keberkahan atas pengungkapan CSR bagi perusahaan pertambangan, karena interaksi pengungkapan CSR merupakan media pertanggungjawaban sosial dan lingkungan yang sangat efektif dan memiliki kandungan informasi yang relevan,” urainya. 

Lanjut, Pengungkapan CSR sangat urgen bagi perusahaan-perusahaan pertambangan, karena dapat berinteraksi dengan kinerja keuangan ROE yang berdampak langsung pada nilai perusahaan. Efek interaksi tersebut menandakan legitimasi sosial-ekologi dan kinerja keuangan ROE memberikan manfaat untuk keputusan investasi.

 Kinerja keuangan yang baik tetapi tidak didukung dengan aktivitas pertanggungjawaban sosial lingkungan yang maksimal dan diungkapkan secara holistik, maka tidak memberikan keberkahan dalam bentuk peningkatan nilai perusahaan. Pengungkapan CSR dan kinerja lingkungan merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan yang  mengandung keberkahan  meningkatkan nilai perusahaan. Kandungan informasi akuntansi dari pengungkapan CSR bukan lagi pertanggungjawaban  kepada investor semata, tetapi telah menjadi strategi bisnis untuk keunggulan bersaing dengan entitas bisnis lainnya,” jelas Prof Wahyuddin.

Pemateri kedua, Prof. Saleh Ridwan dengan judul penelitian “Perkawinan Poligami: Antara Syariat, Realitas Sosial dan Vitalitas.  Dalam paparan penelitiannya, perkawinan poligami merupakan topik yang terus hidup dan diatur dalam hukum Islam sekaligus menjadi bagian dari perdebatan sosial yang tak kunjung selesai. Fenomena ini juga muncul dalam ranah sosial, politik, budaya, bangsa, bahkan media digital.

“Perkawinan poligami merupakan realitas yang menjadi isu hangat di kalangan masyarakat yang mencerminkan dinamika sosial keagamaan di era digital. Pengaturan poligami dalam hukum Islam dan pengembangan dalam hukum nasional perkawinan poligami merupakan bentuk perkawinan yang sah dalam Islam dan telah dipraktekkan berabad-abad yang lalu oleh semua bangsa di dunia perkawinan ini sebagai bagian dari syarat yang dibolehkan dengan batasan syarat alasan dan prosedur yang telah diatur di dalam agama dan perundang-undangan di Indonesia,” jelasnya. 

Lebih jauh, kata dia, secara normatif poligami dipahami sebagai bentuk yang diberikan Islam bukan sebagai perintah universal atau anjuran mutlak.

“Saya ulangi bukan sebagai perintah universal atau anjuran mutlak. Akan tetapi memposisikan poligami sebagai pintu darurat yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang membutuhkan. Yang tidak membutuhkan tidak perlu, disertai dengan syarat dan alasan-alasan tertentu dalam Alquran surat an-Nisa syarat keadilan menjadi persyaratan utama bukan sekedar pelengkap namun dalam praktek seringkali ruh dari ayat ini ditinggalkan dan teks digunakan untuk mengidentifikasi keinginan pribadi tanpa mempertimbangkan aturan dasar poligami,” jelasnya.

Lebih jauh dalam penelitiannya terkait poligami, Prof Saleh menggarisbawahi beberapa hal terkait aturan poligami yakni  membatasi empat istri dan harus berlaku adil.

Sementara itu, Prof. Dr. Fatmawati dalam seminarnya membawakan penelitian berjudul “Ekuilibrium Demokrasi dan Politik Afirmasi : Antara Solusi dan Legitimasi” 

Dibuka dengan salawat kepada nabi Muhammad, Prof Fatmawati membahas terkait kesetaraan partisipasi dan hak asasi manusia yang masih mengalami ketimpangan representasi terutama bagi perempuan dan kelompok yang termarjinalkan yang  masih berlangsung akibat hambatan struktural dan budaya.

“Disinilah politik afirmasi hadir bukan sekedar strategi, tapi ikhtiar etis menuju keadilan. Tantangannya kemudian adalah mampukah kita menjaga demokrasi agar afirmasi tidak sekedar menjadi solusi temporer tetapi menjadi jalan menuju legitimasi yang sejati. Bagaimana kita memberi ruang bagi mereka yang termarjinalkan tanpa mengorbankan kualitas dan kompetensi politik afirmasi adalah kebijakan khusus bagi kelompok yang terpinggirkan untuk memperbaiki ketimpangan historis dan struktural,” ungkapnya.

Lebih jauh,  menurutnya afirmasi tak lepas dari memperkuat inklusi dan suara perempuan tapi di sisi lain dikhawatirkan melemahkan media koperasi menimbulkan keadilan semu dan juga menimbulkan ketidakadilan baru. 

“Maka afirmasi harus berbasis kualitas, bukan hanya kuantitas agar demokrasi benar-benar menjadi Jalan keadilan yang berkelanjutan dalam perspektif fikih hiasan misalnya keadilan adalah pondasi kekuasaan politik afirmasi jika berpijak pada Syariah mencerminkan nilai-nilai ilahi berupa keadilan distributif,” tandasnya.

Kegiatan ini ditutup haru dengan ucapan terimakasih masing -masing guru besar terhadap orang-orang yang telah berjasa dan telah mengantarnya menyandang gelar Guru besar saat ini. (Hik)

  • Bagikan

Exit mobile version