JAKARTA, BACAPESAN– Pemerintah mendukung penuh kemajuan industri fesyen karena dinilai dapat berdampak pada sektor perekonomian negara sampai pada skala mikro. Kementerian-kementerian yang terkait dengan sektor ini menyatakan akan terus mendorong perluasan pasar baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Pada kuartal I tahun 2025, sektor industri pengolahan nonmigas di Indonesia tumbuh sebesar 4,31 persen, dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 17,50 persen. Investasi di industri tekstil dan pakaian jadi juga menunjukkan peningkatan, dengan nilai mencapai Rp304,43 miliar dari Januari hingga Maret 2025 dan menyerap 1.907 tenaga kerja.
Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti menekankan bahwa kolaborasi seluruh ekosistem fesyen Indonesia dapat memajukan industri fesyen beserta kekayaan ragam budaya lokal. “Tidak lupa kami gaungkan untuk mendukung, bangga, bela dan beli produk dalam negeri, yang bisa dimulai dan dirasakan dampaknya dari lingkup terkecil,” ujar Roro, dalam acara Indonesia Fashion Week (IFW) 2025, Rabu 28 Mei.
Menurut Roro, acara seperti Indonesia Fashion Week (IFW) 2025 untuk meningkatkan nilai tambah dari para desainer lokal. Roro menyatakan, pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan siap untuk berkolaborasi dan berkomitmen bersama dalam memajukan industri fesyen Indonesia.
Sejumlah upaya yang sudah dilakukan Kementerian Perdagangan untuk memperluas pasar ekspor yaitu melakukan diplomasi perdagangan internasional, pemuatan promosi dan informasi ekspor melalui kurang lebih 46 perwakilan perdagangan di luar negeri.
“Ada 24 atase perdagangan atau trade attache di 46 lokasi dan tadi ada juga 19 Indonesia Trade Promotion Center. Jadi kita bisa katakan Indonesia Trade Promotion Center ada di 19 negara dengan harapan bisa menarik kegiatan bisnis yang cocok dari Indonesia maupun negara lain dan pada pelaku usaha termasuk di sektor fesyen,” tegas Roro.
Dia menyatakan, pelaku usaha dapat memanfaatkan berbagai macam platform yang ada untuk meningkatkan kerja sama dan kolaborasi, sehingga keinginan untuk ekspor dapat terwadahi dengan baik. “Keberhasilan ekspor UMKM, tidak cukup hanya dari sisi kesesuaian produk. Tetapi juga kesiapan pelaku usaha untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri secara konsisten,” tambahnya.
Dari pandangan Kemenperin, industri kreatif diyakini masih menjadi salah satu tulang punggung penting perekonomian Indonesia. “Sektor fesyen dan kriya menjadi dua sektor yang memiliki kontribusi terbesar. Tentunya ini merupakan sebuah capaian membanggakan dan menunjukkan bahwa prospek industri kreatif di Indonesia semakin besar,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita.
Reni tersebut melanjutkan, menjaga pertumbuhan ekonomi kreatif agar tidak mengalami stagnansi, apalagi penurunan, merupakan tantangan bagi semua stakeholder tak hanya pemerintah tapi juga oleh pelaku dalam ekosistem.
“Kita selalu berupaya untuk mengembangkan ekosistem industri fesyen, harapannya bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kemajuan dari industri fesyen,” tambahnya.
Industri fesyen juga menjadi salah satu sorotan di kunjungan Prancis ke Indonesia. Indonesia dan Prancis sepakat memperkuat kerja sama strategis di sektor ekonomi kreatif, mencakup berbagai subsektor unggulan seperti film, animasi, fesyen, kriya, desain, dan gim.
Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya dilaporkan menerima Menteri Kebudayaan Prancis Rachida Dati di kantor Kementerian Ekraf, Jakarta, untuk membahas langkah konkret dari kerja sama tersebut. “Kerja sama yang disepakati untuk peningkatan kolaborasi ekosistem industri kreatif, peningkatan kualitas SDM sektor ekonomi kreatif, termasuk juga perluasan akses pasar bagi kedua negara. Kemitraan strategis ini juga akan memfasilitasi pegiat ekraf kedua negara untuk berpartisipasi pada sejumlah event besar yang akan dilakukan di Prancis maupun di Indonesia tahun ini serta tahun-tahun mendatang,” ujar Teuku.
Teuku mengamini perkembangan pesat ekonomi kreatif Indonesia dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan data BPS, nilai tambah PDB sektor ini naik 119 persen dari sekitar Rp 700 triliun pada 2013 menjadi Rp 1.500 triliun pada 2024.
Nilai ekspor sektor ini juga naik 67 persen dari USD15 miliar menjadi USD 25,1 miliar. Sementara, jumlah tenaga kerja meningkat hampir dua kali lipat dari 14 juta menjadi 26,5 juta orang, dengan 68 persen diantaranya adalah perempuan. (JP)