Pelaku Industri: Pentingnya Ketegasan Regulasi dan Perlindungan Pasar Baja dalam Negeri

  • Bagikan

JAKARTA, BACAPESAN– Kalangan pelaku industri menyatakan pentingnya ketegasan regulasi dan perlindungan pasar baja dalam negeri guna memperkuat daya saing industri baja nasional di tengah tantangan membanjirnya produk baja impor ke tanah air.

Presiden Direktur PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), Fedaus menyatakan, saat ini industri baja nasional telah bertransformasi mulai dari meningkatkan efisiensi operasional, memperluas digitalisasi sistem, dan mengadopsi praktik ramah lingkungan.

“Namun, bila baja impor terus masuk tanpa kontrol yang memadai, dan produk-produk non-standar yang tidak dilengkapi dengan SNI maupun TKDN yang sesuai regulasi masih bebas beredar di pasar, ini adalah persaingan yang tidak adil,” ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Dia menambahkan, pelaku industri tidak menolak perdagangan terbuka, namun yang dibutuhkan adalah keadilan dan keberpihakan serta pentingnya ketegasan regulasi dan perlindungan pasar baja dalam negeri.

Menurut dia, industri baja merupakan tulang punggung dari pembangunan nasional, dan tanpa dukungan nyata, cita-cita Indonesia menjadi negara industri maju akan sulit tercapai.

“Kita tidak bisa bicara hilirisasi atau industrialisasi 2045 jika fondasi industrinya, yakni baja, tidak berdiri kuat di negeri sendiri. Inilah saatnya keberpihakan itu diwujudkan, bukan sekadar diwacanakan,” tambahnya.

Sebelumnya Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perindustrian Saleh Husin mengungkapkan saat ini industri baja nasional seperti tergopoh-gopoh, terutama menghadapi serbuan membanjirnya baja impor di dalam negeri.

Apalagi ditambah dengan permintaan baja dalam negeri yang menurun akibat kebijakan efisiensi anggaran yang saat ini sedang dijalankan pemerintah.

Menurut Menteri Perindustrian periode 2014-2016 itu, diperlukan penertiban pasar agar tidak beredar baja yang tidak standar atau yang biasa dikenal sebagi “besi banci” yang banyak beredar di pasar gelap.

”Selain itu, saya berharap ada pengaturan agar baja yang sudah mampu diproduksi dalam negeri tidak lagi diimpor sehingga daya saing industri baja nasional dapat makin meningkat,” katanya.

Sementara terkait penggunaan produk dalam negeri (P3DN), Saleh mengatakan, meski regulasinya sudah ada, namun implementasi di lapangan masih lemah.

Untuk itu, agar baja nasional menjadi tuan rumah di negaranya sendiri dan dapat tumbuh berkembang, perlu penegasan khusus di dalam rapat kabinet terbatas dari Presiden Prabowo.

”Hal ini agar belanja APBN, APBD, dan BUMN wajib menggunakan baja produksi dalam negeri,” katanya dalam dalam sebuah forum.

Data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan bahwa kapasitas produksi baja nasional saat ini sekitar 17 juta ton per tahun, sementara kebutuhan domestik pada 2025 diperkirakan mencapai 21 juta ton.

Masih terdapat kesenjangan yang harus ditutup dengan impor. Jika tidak dikelola secara strategis, proyeksi kebutuhan baja Indonesia yang mencapai 100 juta ton per tahun pada 2045 akan memperlebar ketergantungan terhadap baja luar negeri. (AN)

  • Bagikan

Exit mobile version